Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jokowi Kecewa Impor Melonjak, Pengamat: Kebodohan Kolektif

Kekecewaan Presiden Jokowi akibat beberapa instansi pemerintah banyak membeli barang-barang impor menjadi representasi dari kebodohan pemerintah.
Suasana deretan gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (23/3/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Suasana deretan gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (23/3/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo mengungkapkan kekecewaannya kepada beberapa instansi pemerintah lantaran membeli banyak barang-barang impor.

Menurut Presiden Jokowi, seharusnya anggaran tersebut dapat digunakan untuk membeli barang-barang produksi dalam negeri. Dengan  begitu akan membuka lapangan pekerjaan yang jika dihitung bisa membuka hingga 2 juta lapangan pekerjaan.

"Bodoh sekali kita kalau nggak melakukan ini. Malah beli barang-barang impor. Mau kita teruskan? Ndak, ndak bisa," kata Presiden dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, Sabtu (26/3/2022).

Menanggapi hal tersebut, pengamat politik dari Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam mengatakan itu adalah bagian dari fakta kebodohan kolektif yang kemudian dijalankan oleh pemerintah.

"Artinya apa? Tidak ada multiplier effect, itu yang kemudian menjadi catatan. Agenda pembangunan infrastruktur kita luar biasa masif. Tetapi pertanyaan kita kemudian kenapa tidak tercipta multiplier effect?," kata Umam dalam dalam diskusi Membaca Arah Politik Dibalik Polemik Penundaan Pemilu pada Sabtu (26/3/2022).

Dia juga mempertanyakan mengapa sebelum adanya pandemi pertumbuhan ekonomi nasional hanya terjebak di angka 5 persen. Angka tersebut menurutnya tidak cukup untuk membangkitkan ekonomi nasional yang memiliki komposisi populasi 270 juta lebih penduduk.

Dia menyebutkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia harus mencapai minimal 6-7 persen agar bisa melakukan peningkatan serapan tenaga kerja.

Ekonom asal AS Arthur Okun dalam teori dasarnya menyatakan setiap pertumbuhan ekonomi atau penurunan ekonomi 2 persen akan berimplikasi pada terciptanya atau berkurangnya 1 persen pengangguran di suatu negara.

"Kalau kita hanya 5 persen, itu artinya tidak terjadi multiplier effect. Akhirnya apa, seberapa besar kekuatan APBN dikeluarkan, rakyat tidak merasakan apa-apa. Dan itu adalah sebuah fakta politik ekonomi yang ternyata seperti itu." ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper