Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah akan memulai pembangunan Rumah Sakit (RS) Internasional Bali atau Bali International Hospital. Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan upaya tersebut keliru di tengah masyarakat Indonesia yang mayoritas miskin.
“Ya baik bagi yang mampu. Problemnya masyarakat Indonesia tidak mampu dan tidak punya asuransi yang bisa nanggung, bisa timbul gap (perbedaan),” ujar Pandu kepada Bisnis, Selasa (28/12/2021).
Menurutnya, hal yang mendesak dilakukan pemerintah adalah mereformasi sistem kesehatan di Indonesia agar masyarakat semakin sehat untuk semua kalangan. Tidak pandang kaya dan miskin. “Harus ada regulasi yg tegas dalam pelayanan kesehatan agar keadilan dan keselamatan publik terjamin,” ungkap Pandu.
“Tugas penyelenggara itu membangun Sistem Kesehatan. RS kan hanya tempat layanan saja,” lanjut Pandu.
Pandu menilai, rencana pembangunan RS Internasional yang akan bekerja sama dengan Mayo Clinic AS itu, hanya jalan pintas profit namun mengabaikan pelayanan kesehatan yang berkeadilan.
“Ide kawasan ekonomi khusus kesehatan, upaya BUMN kesehatan sebagai jalan pintas,” ucapnya.
Selain itu, kata dia, Bali bukan pusat akademik kesehatan yang bisa diandalkan, hanya tempat wisata yang menyatu dengan budaya masyarakat. “Belum tentu sebagai pusat penyembuhan yang diminati,” tutur Pandu.
Kalau benar ada 2 Juta warga negara Indonesia (WNI) yang berobat ke Luar Negeri, ujar Pandu, solusinya bukan bangun RS Internasional di Bali, tapi menekan jumlah penduduk yang sakit.
“Orang berduit atau berkuasa akan tetap berwisata ke LN sambil berobat atau coba-coba berobat ke LN, bukan ke Bali,” tukasnya.