Bisnis.com, JAKARTA - Interupsi Anggota Fraksi PKS di DPR, Fahmi Alaydroes dalam Rapat Paripurna pengesahan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa kemarin terus menjadi polemik.
Sikap Fahmi dinilai kurang tepat lantaran baru mengajukan interupsi saat Ketua DPR Puan Maharani yang menjadi pimpinan sidang sedang menutup rapat dengan agenda tunggal.
“Kalau kita lihat sebagai demokrasi, interupsi itu boleh dilakukan. Anggota DPR punya hak untuk bicara, termasuk interupsi. Tetapi kita harus lihat bagaimana itu disampaikan,” kata pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing kepada wartawan, Selasa (9/11/2021).
Fahmi memang baru mengajukan interupsi saat Puan sedang menyampaikan pidato penutup usai Dewan menyetujui Andika Perkasa sebagai Panglima TNI yang baru.
Emrus mengatakan, seharusnya anggota DPR mengajukan interupsi ketika pimpinan sidang membahas soal agenda di awal rapat.
“Kalau sudah pidato penutupan, berarti sebelum penutupan sudah diberikan kesempatan kepada para pihak. Seharusnya teman-teman anggota Dewan dimanfaatkan secara maksimal. Agar bagaimana menyampaikan pesan itu efektif dan efisien, dengan keterbatasan waktu,” katanya.
Baca Juga
Emrus pun mengkritik Fahmi yang kemudian mencibir Puan. Sebagai anggota Dewan, anggota DPR disebut harus menjunjung tinggi kehormatan.
“Gerutu-gerutu seperti itu tidak pada tempatnya. Itu namanya merendahkan kalau kita bicara konteks komunikasi. Di dalam etika komunikasi, kita harus menghormati pandangan orang lain,” kata Emrus.
Direktur Eksekutif Emrus Corner ini lantas menilai langkah Puan yang tetap melanjutkan Rapat Paripurna sudah sesuai kesepakatan agenda sidang.
“Tapi saya melihat bagaimana Puan Maharani memberikan respons. Dia tenang-tenang saja. Santai dan biasa saja,” ujarnya.
Emrus juga menilai Fahmi kurang tepat mengajukan interupsi karena rapat merupakan agenda tunggal. Dalam rapat konsultasi pimpinan pengganti rapat bamus sudah diputuskan rapat paripurna hanya beragendakan untuk pengambilan keputusan persetujuan Jenderal Andika Perkasa sebagai Panglima TNI.
“Dan ini agenda tunggal. Rasanya memang kurang tepat jika kemudian ada interupsi untuk konteks yang lain,” kata Emrus.