Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penjara Kelebihan Kapasitas, Saatnya Indonesia Kembali ke Hukum Adat

Azas manfaat pada peradilan restortif sudah pernah digagas di masa lalu. Akan tetapi hingga kini belum terwujud karena sitem peradilan di Indonesi masih didominasi oleh hukum Belanda.
Tim Advokasi Bhinneka Tunggal Ika BTP I Wayan Sudirta (kiri) dan Teguh Samudra (kanan) menunjukkan berkas Memori Banding di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Jakarta, Senin (22/5)./Antara
Tim Advokasi Bhinneka Tunggal Ika BTP I Wayan Sudirta (kiri) dan Teguh Samudra (kanan) menunjukkan berkas Memori Banding di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Jakarta, Senin (22/5)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA— Indonesia sudah saatnya menerapkan sistem peradilan restoratif berupa hukum adat yang berlandaskan azas manfaat karena sistem itu tidak menimbulkan tunggakan peradilan selain membuat penjara tidak diperlukan.

Demikian disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR, I Wayan Sudirta (PDIP) dalam paparannya pada acara diskusi Forum Legislasi bertajuk ”Overkapasitas Lapas, RUU Pemasyarakatan Dibutuhkan” bersama nara sumber Anggota Komisi III DPR Arsul Sani (PPP), Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir (Golkar) dan Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar di Kompalkes Parlemen, Selasa (14/9/2021).

Menurut Wayan Sudirta, azas manfaat pada peradilan restortif sudah pernah digagas di masa lalu. Akan tetapi hingga kini belum terwujud karena sitem peradilan di Indonesi masih didominasi oleh hukum negara Barat terutama Belanda.

“Jangan katakan hukum Belanda jelek, tapi tak berani menyebut hukum adat luar biasa,” ujar Wayan Sudirta. 

Lebih jauh dia mengatakan hukum maupun peradilan adat lebih memiliki aspek mamfaat ekonomi seperti adanya hukuman denda dan kerja sosial.

Di sejumlah negara Barat, ujarnya, sanksi sosial maupun denda yang dijatuhkan kepada pelaku kejahatan pidana bisa dimamfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.

“Denda dari pelaku tidakan pidana telah membuat perekonomian negara terbantu karena produktivitas pelaku kejahatan tetap terjaga,” katanya.

Selain itu, tidak ada hukuman yang diputuskan hakim adat yang diprotes karena menimbulkan kenyamanan masyarakat, katanya. Dengan demikian juga tidak akan ada penjara yang kelebihan muatan (overload) seperti kejadian yang lazim di Indonesia saat ini, katanya.

Untuk itu, Wayan Sudirta meminta semua penegak hukum berkoordinasi untuk membuat terobosan tersebut guna mengakomodasi hukum adat.

Sementara itu, Adies Kadir menyatakan setuju dengan penyederhanaan sitem peradilan. 

Dia mengatakan kejahatan ringan yang dilakukan oleh masyarakat cukup diputuskan tingkat penegak hukum paling bawah. Dengan demikian, tidak perlu banding atau gugatan yang bertele-tele sehinga menghabiskan uang dan waktu.

“Tujuannya agar tida ada tunggakan pengadilan karena ada batas waktu untuk satu kasus dan tidak perlu pelaku kejahatan ringan masuk penjara,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper