Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) mempercepat proses digitalisasi usaha pesantren untuk menyokong kemandirian lembaga pendidikan tersebut.
"Revolusi digital telah mendorong disrupsi, ditambah momentum pandemi Covid-19 mempercepat transisi kehidupan masyarakat menjadi serba digital. Karena itu Pesantren harus tanggap menjawab tantangan tersebut dengan meningkatkan keterampilan digital," kata Tim Ahli Kemenag untuk Program Kemandirian Pesantren Dianta Sebayang, dikutip dari laman remsi Kementerian Agama, Sabtu (4/9/2021).
Menurut Dianta, kunci pertama agar berhasil dalam membangun usaha adalah Sumber Daya Manusia yang cakap dan responsif terhadap setiap perubahan. SDM yang demikian mampu membaca setiap peluang dan tantangan yang dihadapi dengan langkah yang tepat.
Dia mengutip data Future of jobs Survey 2020 yang dirilis The World Economic Forum terkait strategi adaptasi bisnis yang dilakukan para pelaku usaha dalam menanggapi situasi pandemi Covid-19, menunjukkan sebesar 84 persen pelaku usaha melakukan upaya percepatan digitalisasi bisnis sebagai respon atas situasi pandemi.
Artinya, 84 persen pelaku usaha juga merencanakan peningkatan keterampilan dan melatih kembali Sumber Daya Manusia yang dimiliki.
Kepala Pusat Inovasi dan Inkubator Bisnis Universitas Negeri Jakarta ini menggambarkan begitu besarnya pangsa pasar digital yang terbuka untuk diakses, dan trennya terus meningkat. Saat ini di Indonesia sendiri ada sekitar 202,6 juta masyarakat pengguna internet atau 73,7 persen dari total populasi.
Baca Juga
Di antara itu, 170 juta orang atau 61,8 persen dari total populasi merupakan pengguna aktif media sosial. Sementara 138,1 juta orang tercatat pernah atau terbiasa membeli barang konsumsi melalui internet.
"Inilah peluang sekaligus tantangan yang kita hadapi. Dengan penguasaan teknologi digital, itu berarti pintu besar menuju pasar yang sangat luas sudah separuh terbuka," ujarnya.
Sementara itu, dari segi transaksi usaha e-commerce yang didasarkan menurut wilayah pengiriman barang, tercatat bahwa mayoritas penjualan e-commerce terjadi di dalam satu pulau yang sama. Transaksi yang dilakukan antar pulau tidak begitu signifikan. Konsumen lebih memilih membeli barang yang dikirim dari lokasi terdekat dengan pertimbangan efektifitas waktu dan biaya pengiriman.
"Fakta ini memberi sinyal tersendiri bagi pesantren, di mana pesantren memiliki ekosistem khas yang telah terbangun, yakni masyarakat sekitar yang biasanya terikat dengan pesantren, jaringan alumni yang tersebar, bahkan santri dan wali santri merupakan pasar yang sangat mungkin dijangkau," tuturnya.