Bisnis.com, JAKARTA—Anggota Komisi I DPR Muhammad Farhan mengatakan Indonesia sudah dalam kondisi darurat kebocoran data pribadi sehingga kebutuhan akan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) dan otoritas perlindungan data independen sangat tinggi.
“Sudah sedarurat apa yang namanya kebocoran data pribadi, darurat banget dan kita malah butuh lembaga yang langsung kerja, hari ini ketuk UU dan besok langsng kerja,” ujar Farhan dalam diskusi bertajuk ”Nasib RUU Perlindungan Data Pribadi” di Gedung Parlemen, Selasa (31/8). Turut jadi nara sumber pada acara diksui itu Anggota Komisi I DPR Fraksi PPP, Muhammad Iqbal dan Staf Ahli Menkominfo, Henri Subiakto.
Farhan mengatakan kebocoran data pribadi tidak meningkat secara kualitas tapi juga secara kuantitas. Bahkan setiap minggu publik sering dihebohkan dengan kebocoran data dengan berbagi modus.
“Awalnya kebocoran dari pihak swasta, Bukalapak, Tokopedia, tetapi kemudan data BRI Life yang bocor, kemudian bocor juga BPJS, apalagi hari ini keluar berita di Kemenkes yang juga soal kebocoran e-Hack. Karena itulah, katanya, para politisi di Senayan sepakat RUU PDP itu harus ada dan otoritas perlindungan data yang nanti akan melahirkan sebuah profesi baru yaitu data protection officer.
Meski menargetkan UU PDP akan disahkan dalam tahun ini, akan tetapi soal keberadaan lembaga independen perlindungan data masih dalam perdebatan.
“Tentu ada pertanyaan penting. Ini yang menjadi perbedaan pendapat kita apakah otoritas perlindungan data harus ada induknya yang kuat seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dia berharap kalaua ada otroritas tersebut maka lembaganya seharusnya berada di bawah presiden langsung.
“Kalau kita semua sepakat mau membangun sebuah lembaga independen dibawah presiden untuk perlindungan data, maka kita akan menuntut komitmen presiden dan menteri keuangan. Minimal Lembaga itu sekuat KPK secara politik dan minimal seperti OJK secara anggaran.
Sementara itu, Henri Subiakto megakui kasus-kasus kebocoran data yang terjadi Indonesia sangat mengkhawatirkan. Karena itu dia mempertanyakan sistem keamanan data di Indonesia.
Dia mencontohkan tahun 2020 terjadi kebocoran data sekitar 230 data pasien Covid-19. Kemudian terjadi kebocoran data 91 juta data akun Tokopedia dan 13 juta akun Bukalapak.
“Kemudian bru-baru ini terjadi kebocoran dua jut data nasabah BRI Life beserta dokumen penting yang berhasil dicuri oleh hacker dan isunya akan diperjualbelikan, belum lagi data BPJS,” katanya