Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Banjir Kritik Soal Data Kematian Covid-19 Dihapus, Ini Kata Jubir Luhut

Jubir Kemenko Marves menjelaskan alasan dikeluarkannya indikator kematian dari penilaian penanganan Covid-19.
Tim Dekontaminasi dan Pemakaman Satgas Covid-19 Kabupaten Sleman memakamkan jenazah pasien Covid-19./Antara
Tim Dekontaminasi dan Pemakaman Satgas Covid-19 Kabupaten Sleman memakamkan jenazah pasien Covid-19./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menyatakan akan kembali memasukkan indikator kematian dalam penilaian level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM.

Namun, Juru bicara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi mengatakan pemerintah sedang memperbaiki input data kematian akibat Covid-19.

"Sedang dilakukan clean up data, diturunkan tim khusus untuk ini. Nanti akan di-include indikator kematian ini jika data sudah rapi," kata Jodi dilansir Tempo, Rabu (11/8/2021).

Sebelumnya, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan indikator kematian dalam penilaian PPKM level dikeluarkan karena ditemukan adanya input data yang tidak update, sehingga menimbulkan distorsi dalam penilaian.

Pemerintah lantas menetapkan 26 kabupaten/kota turun status dari PPKM level 4 menjadi level 3 hanya dengan lima indikator lain asesemen, yakni angka keterisian tempat tidur, kasus konfirmasi, perawatan di rumah sakit, tracing, testing, dan kondisi sosio-ekonomi masyarakat.

Jodi menyebut, pemerintah akan terus mengambil langkah-langkah perbaikan untuk memastikan data yang akurat.

"Banyak angka kematian itu yang ditumpuk-tumpuk, atau dicicil pelaporannya, sehingga dilaporkan terlambat. Jadi terjadi distorsi/bias pada analisis, sehingga sulit menilai perkembangan situasi satu daerah," jelasnya.

Analis Data LaporCovid-19, Said Fariz Hibban mengatakan, ketidakakuratan data kematian yang ada seharusnya tidak menjadi alasan bagi pemerintah untuk mengabaikan data tersebut dari indikator PPKM.

"Dengan menyadari bahwa data kematian itu tidak akurat, pemerintah seharusnya berupaya memperbaiki data tersebut agar benar-benar akurat," ujar Said, Rabu (11/8/2021).

Kritik juga disampaikan oleh Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman mengatakan bahwa dampaknya akan sangat serius. Masyarakat dan pemerintah akan menjadi buta situasi. Pasalnya, indikator kematian adalah wajib dalam memantau pandemi.

Dicky menjelaskan dalam penanganan andemi ada indikator awal, yaitu adalah kasus harian, positivity rate, reproduksi virus. Kemudian ada indikator akhir, yaitu tingkat bed occupancy rate, keterisian ICU, juga kematian.

“Kematian adalah indikator valid untuk melihat derajat keparahan situasi wabah. Kalau banyak berarti parah banget. Di awal untuk menilai ya pakai positivity rate, kalau akhir pakai kematian. Ini wajib ada, kalau tidak ada ya kita kehilangan, seperti mobil kehilangan kaca spion. Saya nggak bisa melihat ke belakang, dan itu bahaya banget,” kata Dicky, Selasa (10/8/2021).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Tempo.Co
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper