Bisnis.com, JAKARTA - Sosiolog Politik UNJ Ubedilah Badrun mengkritik pengesahan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI, dimana rektor kini bisa rangkap jabatan sebagai komisaris.
“Pemerintah ngaco. Pejabat melanggar aturan, kok, aturannya yang diubah,” kata Ubed dalam keterangannya, Selasa (20/7/2021).
Pada Pasal 35 PP Nomor 68 Tahun 2013 sebelumnya, rektor dan wakil rektor dilarang merangkap sebagai pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta. Sedangkan pada Pasal 39 PP Nomor 75 Tahun 2021 atau statuta terbaru, rektor dan wakil rektor, sekretaris universitas, dan kepala badan dilarang merangkap sebagai direksi pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta.
Menurut Ubed, secara administratif dan kebijakan publik, pengesahan PP Statuta UI yang baru itu aneh. Ia mengatakan bahwa publik menolak rangkap jabatan seorang rektor yang merangkap komisaris agar fokus membenahi dan memimpin kampus. Statuta juga melarangnya. “Eh, malah bukan rektor UI-nya yang melepaskan jabatan komisaris, namun justru aturannya yang diubah,” kata dia.
Dosen UNJ ini menuturkan, pemerintah yang melegalkan statuta UI menjadi PP ini berkontribusi besar membuat kebijakan yang berlawanan dengan aspirasi publik.
Sebelumnya, Rektor UI Ari Kuncoro dikritik lantaran merangkap jabatan sebagai wakil komisaris utama independen PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Posisinya disorot setelah rektorat UI memanggil Badan Eksekutif Mahasiswa UI karena unggahan di media sosial yang menjuluki Presiden Joko Widodo sebagai 'The King of Lip Service'.
Baca Juga
Publik pun mengaitkan pemanggilan itu dengan posisi Ari Kuncoro di perusahaan pelat merah. Ombudsman Republik Indonesia mengatakan rangkap jabatan ini telah menyatakan bahwa hal tersebut maladministrasi karena melanggar Statuta UI.