Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia sangat serius untuk mengejar ambisi menjadi tuan rumah pesta olahraga terakbar dunia, Olimpiade 2032. Wacana yang sudah bergulir sejak 2018 itu dikuatkan dengan terbitnya surat keputusan presiden.
Pada 13 April 2021, Presiden Joko Widodo menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) No. 9 Tahun 2021 tentang Panitia Pencalonan Indonesia sebagai Tuan Rumah Olimpiade Tahun 2032. Keppres itu merupakan tindak lanjut dilaksanakannya rangkaian kegiatan sejak tahap persiapan sampai dengan tahap pemilihan sebagai tuan rumah olimpiade.
Secara organisasi, kepanitiaan diwadahi dalam Indonesia Bid Committee Olympic Games 2032 atau Inabcog dengan struktur yang terdiri dari dewan pengarah dengan ketua Wakil Presiden RI dibantu oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) sebagai wakil ketua serta sejumlah anggota, termasuk Sekretaris Kabinet.
Adapun bertindak sebagai penanggung jawab Inabcog adalah Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) dan pelaksana dipimpin oleh Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI).
Dalam Keppres itu ada tiga tugas utama dari Inabcog, pertama melakukan persiapan pencalonan (bidding); kedua, menyusun peta jalan strategi atau rencana induk persiapan pencalonan; dan ketiga, melakukan promosi, kampanye publik (public campaign), dan sosialisasi pencalonan Indonesia sebagai tuan rumah Olimpiade 2032.
Melihat tahapan yang disiapkan ini, upaya menuju menjadi tuan rumah Olimpiade 2032 oleh Indonesia memakan waktu yang panjang. Persiapan itu membutuhkan pendekatan dari aspek komunikasi dan diplomasi kepada kelompok-kelompok berkepentingan di dalam negeri maupun luar negeri.
Diplomasi pada prinsipnya merupakan cara-cara yang dilakukan pemerintah untuk mendapatkan dukungan mengenai prinsip-prinsip yang diambilnya. Secara praktik dan teori, diplomasi dinilai sebagai aktivitas politik yang dimainkan oleh suatu negara dalam rangka mencapai kepentingan nasional (Anugerah & Endiartia, 2017).
Jan Mellisen (2006) mendefinisikan diplomasi sebagai usaha untuk memengaruhi orang atau organisasi lain di luar negaranya dengan cara positif sehingga mengubah cara pandang orang terhadap suatu negara.
R. Berridge dalam bukunya berjudul Diplomacy yang diterbitkan pada 2015, menyebut ada sejumlah tahapan dalam memulai proses diplomasi. Biasanya, sebelum melangkah pada fase negosiasi dilakukan langkah-langkah pranegosiasi untuk mencari kepentingan bersama-sama dan mengukur sejauh mana keseriusan pihak-pihak yang terlibat dalam proses negosiasi.
Upaya Indonesia menjadi tuan rumah Olimpiade 2032 tak lepas dari proses negosiasi itu. Indonesia sudah memulai tahapan pranegosiasi dengan suksesnya penyelenggaraan Asian Games pada 2018. Tidak lama setelah penutupan event pesta olahraga terbesar Asia itu, Pemerintah Indonesia menjalin komunikasi intensif dengan dengan Presiden Komite Olimpiade Internasional Thomas Bach pada September 2018.
Dalam pertemuan dengan Presiden IOC Thomas Bach itu, Pemerintah Indonesia melalui Presiden Joko Widodo menyatakan keinginannya untuk mencalonkan diri sebagai tuan rumah Olimpiade 2032. Satu keinginan yang mendapat respons positif dari IOC.
Sebagai bentuk keseriusan Indonesia maju sebagai tuan rumah Olimpiade 2032, Presiden Jokowi mengutus Duta Besar Indonesia untuk Swiss, Muliaman D. Hadad untuk menyerahkan surat resmi pengajuan sebagai calon tuan rumah kepada IOC pada 11 Februari 2019.
Sebagai ujung dari rangkaian awal pencalonan Indonesia sebagai tuan rumah, pemerintah merilis payung hukum pembentukan kepanitiaan Inabgoc lewat penerbitan Keppres No. 9/2021.
Sejalan dengan aspek dasar diplomasi untuk meyakinkan atau memengaruhi orang lain, Pemerintah Indonesia perlu menyiapkan dua strategi diplomasi, baik yang sifatnya diplomasi di dalam negeri maupun ke luar negeri.
Inabcog harus mampu menciptakan pesan-pesan efektif kepada komponen di dalam negeri bahwa penyelenggaraan Olimpiade 2032 mampu mengangkat jati diri bangsa, meningkatkan kepercayaan diri, dan menempatkan Indonesia dengan negara-negara maju lainnya.
Pesan itu menjadi penting mengingat pesta olahraga seperti olimpiade, menjadi satu cara yang efektif untuk mencetak citra baik sebuah negara dan mempopulerkan bangsa di mata dunia, termasuk promosi-promosi kepariwisataan (Tiffany & Azmi, 2020).
Sementara itu, diplomasi ke luar negeri juga mutlak dilakukan supaya Indonesia mendapat dukungan moril dalam upayanya mencalonkan diri sebagai tuan rumah olimpiade. Indonesia perlu membuka diri dengan banyak negara di kawasan Asia.
Peran para duta besar dan atase kedutaan mesti disiapkan secara baik agar satu suara dalam melakukan persuasi dengan pemangku kepentingan di masing-masing negara untuk bisa mendukung pencalonan Indonesia nantinya.
Sukses Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games 2018 perlu dinarasikan lebih kuat kepada negara-negara di kawasan Asia supaya bangsa-bangsa lain memiliki kesamaan suara yang pada akhirnya memengaruhi sikap IOC dalam mengambil keputusan.
STRATEGI KOMUNIKASI
Oleh sebab itu, tugas kelembagaan Inabcog untuk menyiapkan Indonesia sebagai calon tuan rumah pesta olahraga dunia itu tidak ringan. Inabcog perlu menyiapkan berbagai alternatif strategi terbaik maupun yang paling berisiko dalam upayanya memenangkan pencalonan Indonesia.
Sejak terbitnya Keppres, Inabcog perlu menghadirkan para pemberi pengaruh kepada public atau key opinion leader dan komunikator mumpuni di segala kelompok, baik itu pemerintahan, swasta, masyarakat umum, hingga komunitas-komunitas yang bisa memberikan dukungan optimal mencapai tujuan bersama memenangkan pencalonan.
Satu isu krusial terkait dengan ambisi menjadi tuan rumah Olimpiade 2032 dalam situasi saat ini adalah penganggaran. Kebutuhan anggaran untuk perhelatan pesta olahraga akbar tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Pembahasan anggaran nantinya bisa menjadi titik diplomasi paling penting karena berpotensi merembet ke berbagai aspek, khususnya politik.
Dimensi politik dalam penyusunan anggaran terkadang lebih mewarnai sehingga Inabcog perlu menempuh exit strategy terbaik dan langkah antisipasi agar keseriusan Indonesia mencalonkan diri sebagai tuan rumah Olimpiade 2032 tidak sebatas berhenti di atas kertas-kertas regulasi.
Negosiasi umumnya merupakan proses yang memakan waktu panjang dan melelahkan. Dalam setiap tahap, selalu muncul risiko yang dihadapi. Namun harus dipahami, tahap pencalonan Indonesia sebagai tuan rumah Olimpiade 2032 juga bakal melawati satu proses yang tidak pendek.
Dengan demikian, semua upaya membangun diplomasi ke dalam dan luar negeri untuk memenangkan pencalonan Indonesia sebagai tuan rumah Olimpiade 2032, harus dimulai sejak dini.
Penulis adalah mahasiswa Program Magister Ilmu Komunikasi Univesitas Mercu Buana Jakarta