Bisnis.com, JAKARTA – Berdasarkan data Tim Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) perihal kasus konfirmasi Covid-19 nasional, mengindikasikan kasus di Indonesia makin naik.
Penurunan kedisiplinan, mobilitas meningkat terutama jelang Lebaran Idulfitri 1442 H jadi penyebab.
Para ahli berharap masyarakat bisa berkaca dari kejadian mengenaskan di India. Saat kasus melandai, angka kematian menurun, dan vaksinasi massal digencarkan, orang-orang mulai santai, tak patuh protokol kesehatan.
Misalnya, warga India ramai-ramai membuat kerumunan di acara kampanye politik, acara keagamaan, festival musik, hingga pesta pernikahan. Mereka tak menyadari ada bahaya mutasi Virus Corona yang mengintai.
Pada awal 2021, kasus Covid-19 di India sempat turun drastis sampai per harinya hanya 5.000, kemudian naik hampir 380.000 kasus per hari.
“Peringatan tentang kemungkinan lonjakan kasus Covid-19, disikapi dengan kurang serius oleh banyak pihak. Walaupun Budi Gunadi Sadikin sering mengingatkan ke KPC-PEN dan masyarakat, tapi belum ada keseriusan respons yang benar-benar untuk antipasi skenario terburuk seperti di India,” ungkap Epidemiolog Pandu Riono melalui akun Twitternya, Rabu (28/4/2021).
Baca Juga
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Profesor Wiku Adisasmito pun menyoroti perkembangan jumlah kasus meninggal yang terus bertambah. Padahal, jika dibandingkan dengan persentase kesembuhan dan kasus aktif yang membaik, persentase kematian harusnya dapat diturunkan.
"Penurunan persentase dapat terjadi apabila kasus positif baru dapat seluruhnya sembuh. Kita tidak boleh hanya melihat pada kasus aktif dan kesembuhannya saja, tetapi juga perlu mewaspadai angka kematian yang tinggi dari beberapa provinsi," kata Wiku, Selasa (27/4/2021).
Sepekan terakhir, kenaikan kematian Covid-19 di Indonesia mencapai 29,2 persen. Bahkan per Rabu (28/4/2021), angka kematian menembus 45.000 orang.
Ada lima provinsi yang berkontribusi besar untuk kasus kematian itu, yakni: Jawa Tengah naik 178 (125 vs 303), Sumatra Selatan naik 25 (29 vs 54), DKI Jakarta naik 20 (75 vs 95), Jawa Barat naik 18 (130 vs 148) dan Aceh naik 15 (5 vs 20).
“Pemerintah daerah diminta segera melakukan perbaikan pada kualitas penanganan pasien positif, utamanya pada gejala sedang dan berat. Upaya testing dan tracing pun harus ditingkatkan untuk mengidentifikasi penularan sejak dini,” pesan Wiku.
Virusnya ada di Indonesia
Menkes Budi Gunadi Sadikin pada pidatonya, Senin (26/4/2021), mengatakan bahwa mutasi virus yang menyebabkan keparahan Covid-19 di India, sudah ada di Indonesia.
“Mutasi virus yang ada di India sudah masuk di Indonesia, ada 10 orang, 6 di antaranya impor dan 4 di antaranya transmisi lokal. Dua di Sumatra, 1 di Jawa barat, 1 di Kalsel. Untuk provinsi-provinsi ini kita harus jadi lebih sangat hati-hati,” kata Budi.
Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Soebandrio mengatakan, bahwa untuk mengantisipasi masuknya mutasi virus, salah satunya dengan meningkatkan kapasitas Whole Genome Sequencing (WGS).
“Jadi lebih banyak virus yang disequence supaya bisa terdeteksi kalau memang ada varian atau mutant. Karena ketahuannya cuma dari situ,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (27/4/2021).
Amin menjelaskan, semakin virus menyebar, semakin cepat bereplikasi dan bermutasi. Akibatnya, bisa mempengaruhi vaksin atau bias resisten terhadap imun.
“Pada umumnya varian-varian yang ada itu memang ada 3 perubahan, cepat menular, tidak terdeteksi PCR, atau escape dari vaksin. Namun, untuk vaksin, selama efikasi vaksin masih di atas 50 persen sesuai pedoman WHO, vaksin masih bisa dipergunakan,” ujarnya.
Terkait banyaknya mutasi yang sudah ditemukan, saat ini belum ada arahan dari WHO untuk mengubah vaksin.
Untuk yang dikembangkan di Indonesia seperti Merah Putih pun belum melakukan uji sampai ke mutasi-mutasi vaksin.
“Kebetulan juga karena uji klinisnya belum mulai,” kata Amin.
Sumber: Twitter Pandu Riono, Rabu (28/4/2021).
Salah satu antisipasinya paling ampuh yang bisa dikerjakan bersama adalah menjaga diri dengan protokol kesehatan, menggiatkan vaksinasi, menggiatkan kontak tracing dan WGS.
“Karena sudah merasa kasus turun dan vaksinasi cukup cepat, mereka lengah. Makanya keseimbangan yang sudah ada sekarang sudah paling bagus, dan harus kita jaga, ada PPKM mikro, protokol kesehatan, kecepatan vaksinasi,” ujarnya.
Cegah Mudik
Salah satu upaya pemerintah mencegah mobilitas manusia adalah mencegah mudik menjelang lebaran Idulfitri 1442 Hijriah.
Satgas Penanganan Covid-19 telah mengeluarkan Surat Edaran No. 13 Tahun 2021 berikut adendumnya mengenai pengetatan persyaratan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) selama H-14 peniadaan mudik (22 April - 5 Mei 2021) dan H+7 peniadaan mudik (18 Mei - 24 Mei 2021).
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sekaligus Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo berpesan agar warga Indonesia selalu menjaga tren positif dalam hal penanganan pandemi Covid-19.
"Tolong dijaga tren baik yang sudah ada dalam menangani pandemi. Tetap lakukan protokol kesehatan secara ketat dan dilakukan dengan disiplin. Jangan Kendor, sekali lagi jangan kendor!" tegas Doni, Rabu (28/4/2021).
Beberapa kebijakan terkait ini, pada skala nasional telah dilakukan peniadaan mudik, dan penetapan masa berlaku hasil negatif Covid-19 pada masa sebelum dan sesudah masa peniadaan mudik.
Pada skala internasional, diimbau agar menunda rencana kepulangan yang tidak mendesak, dan menetapkan prosedur skrining dan karantina sesuai peraturan yang ada.
Pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan khusus melalui surat yang dikeluarkan Direktorat Jenderal (Dirjen) Imigrasi terkait India, negara yang sedang mengalami krisis Covid-19.
Bagi Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki riwayat perjalanan 14 hari terakhir dari India, ditolak masuk. Sementara itu, pemberian visa bagi WNA asal India ditangguhkan sementara.
Untuk itu, masyarakat diminta bersabar sejenak untuk tidak mudik dan bersilaturahmi bersama sanak saudara selama masa lebaran.