Bisnis.com, JAKARTA – Satgas Penanganan Covid-19 menyatakan bahwa vaksin Sinovac ditargetkan bisa segera mendapat Emergency Use of Listing (EUL) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan vaksin Sinovac yang digunakan di Indonesia otomatis sudah mendapat EUA dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM). Namun, vaksin tersebut belum mendapatkan EUL dari WHO.
Oleh karena itu, saat ini vaksin Sinovac tengah mengikuti prosedur pengurusan EUL. Pemberian EUL dari WHO diperkirakan akan terbit pada akhir Mei 2021. Adapun, vaksin AstraZeneca sudah mendapat EUL terlebih dulu dari WHO sejak Februari 2021.
"Saya hendak mempertegas, bahwa baik EUL dan EUA, adalah 2 bentuk izin penggunaan terbatas untuk vaksin, obat-obatan dan alat diagnostik in Vitro, atas dasar beberapa pertimbangan yang intinya sama," Wiku dalam keterangan pers, Kamis (15/4/2021).
Kesamaan pertimbangan tersebut diantaranya, pertama, diperuntukkan bagi penyakit yang serius dan mematikan serta memiliki peluang menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
Kedua, belum ada produk farmasi sebelumnya yang mampu menghilangkan dan mencegah wabah. Ketiga, tahapan produksi dilakukan berdasarkan kaidah ilmiah dengan standar yang berlaku seperti good clinical practice, proof concept, good laboratory practice serta good manufacturing practices.
Disamping itu, yang membedakan adalah pada badan otoritas yang mengeluarkannya. Untuk EUL dikeluarkan oleh WHO, sedangkan EUA dikeluarkan otoritas dalam negeri seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Perbedaan lainnya secara kelembagaan, WHO adalah badan dunia yang memiliki otoritas penuh dalam mengeluarkan EUL. Sedangkan EUA dikeluarkan otoritas regulator nasional yang memiliki kewenangan penuh dalam mengawasi obat dan makanan, yang di Indonesia kewenangan Badan POM.
Khusus untuk EUL diberikan sebagai prasyarat pasokan vaksin COVAX yang menjadi vaksin subsidi WHO ke berbagai negara di dunia. Serta untuk membantu suatu negara dalam memutuskan kelayakan penggunaan, produksi atau impor vaksin dan selanjutnya untuk memutuskan EUA.
“Izin EUA secara spesifik hanya untuk izin edar terbatas pada suatu negara,” jelas Wiku.
Lebih lanjut, Wiku menjelaskan bahwa pada prinsipnya, WHO memberi otoritas penuh terhadap masing-masing otoritas regulator nasional seperti Badan POM untuk mengeluarkan EUA yang mengacu kepada standar global.
“Syaratnya izin ditetapkan berdasarkan data dari penilaian yang transparan. Meski demikian, WHO tetap mengharapkan vaksin yang telah mendapatkan EUA dari tiap negara dapat mengurus EUL di masa yang akan datang,” imbuh Wiku.