Bisnis.com, JAKARTA - Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisah Putri Budiarti mengatakan, bahwa personalisasi merupakan salah satu masalah yang dihadapi partai politik saat kini.
"Konflik yang timbul, karena kentalnya personalisasi partai yang paling baru terjadi pada Partai Demokrat," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (9/4/2021).
Sebelumnya, hal yang hampir sama juga dialami oleh sejumlah partai politik lainnya yakni Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Partai Gerindra dan PDI-P di sisi lain memiliki personalisasi yang kuat dan membawa keuntungan dalam konteks soliditas partai politik dalam jangka pendek.
Tetapi, ketika figur sentral tersebut mundur dari kancah politik, sementara tidak ada tokoh yang lebih kuat dapat menggantikannya maka keretakan dapat terjadi dalam tataran internal partai tersebut.
"Hal tersebut sudah terbukti dari kasus yang dialami oleh Partai Demokrat dengan konflik terkait AHY belakangan ini," ujar dia.
Namun, menariknya masalah personalisasi partai tersebut tidak hanya muncul, karena masalah internal tetapi juga dari eksternal.
Terakhir, menurut dia, reformasi partai politik tidak bisa dilakukan hanya oleh partai itu sendiri.
Sebagai masyarakat sipil, pengawasan dan evaluasi menjadi poin penting dalam mengawal reformasi partai politik.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan mengatakan, bahwa problem yang dihadapi partai politik tersebut menyebabkan partai tidak bisa menjalankan peranannya sebagai jembatan antara masyarakat dan negara.
"Semakin lama hubungan partai politik dengan masyarakat menjadi semakin terlupakan seiring semakin dekatnya partai politik dalam kepentingan negara," ujar dia.
Selain personalisasi, kuatnya oligarki dan lemahnya transparansi partai politik menjadi permasalahan yang memperparah melemahnya hubungan antara partai politik dengan masyarakat.
Survei nasional LSI pada Januari 2021 menemukan bahwa tingkat identifikasi partai hanya 12 persen. Rata-rata tingkat identifikasi partai dalam satu dekade terakhir hanya ada di tataran 10 hingga 15 persen saja.
Artinya, partai-partai yang ada sekarang tidak mampu menarik masyarakat untuk mengidentifikasi dirinya dengan parpol tersebut.
"Hampir 90 persen masyarakat mengklaim tidak ada kaitan dengan partai politik," katanya.
Sementara, tingkat identifikasi partai sangat penting karena mempengaruhi eksistensi partai politik dalam pemilihan umum. Tingkat kepercayaan publik terhadap DPR pun juga menunjukkan tren menurun selama satu tahun terakhir.
"Ini juga berarti hubungan antara masyarakat dan partai politik semakin melemah," tambah Djayadi.