Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sumbangan Dana Kampanye Diusulkan Naik, Ini Alasannya

Sumbangan dana kampanye dalam pilkada diusulkan dinaikkan menjadi Rp250 juta untuk perseorangan. Sementara dari badan hukum swasta sebesar Rp2 miliar—Rp3 miliar.
Logo Partai Golkar di Gedung Utama Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, Jakarta. Bisnis.com/Samdysara Saragih
Logo Partai Golkar di Gedung Utama Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, Jakarta. Bisnis.com/Samdysara Saragih

Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin mengusulkan kenaikkan sumbangan dana kampanye dalam pilkada direvisi demi mencegah praktik politik uang dalam kontestasi pilkada.

Usulan itu menurut Zulfikar bisa dimasukan dalam revisi Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Adapun usulan kenaikkan sumbangan tersebut dari perseorangan sebesar Rp250 juta dan dari badan hukum swasta sebesar Rp2 miliar—Rp3 miliar.

"Saya menyarankan sumbangan dana kampanye dinaikkan, dari perseorangan dari Rp75 juta menjadi Rp250 juta dan dari badan hukum swasta dari Rp750 juta menjadi Rp2 miliar—Rp3 miliar. Namun, harus diimbangin dengan pembatasan spending dana kampanye," kata Zulfikarr dikutip dari Antara, Selasa (15/12/2020).

Dalam Pasal 74 Ayat (5) UU No. 10 tahun 2016 tentang Pilkada menyebutkan sumbangan dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan ayat (2) dari perseorangan paling banyak Rp75 juta dan dari badan hukum swasta paling banyak Rp750 juta.

Zulfikar menilai usulannya menaikkan besaran sumbangan dana kampanye itu rasional karena sesuai dengan perkiraan kebutuhan kampanye pasangan calon (paslon) di pilkada.

Namun, menurut dia, pengeluaran dari dana kampanye tersebut juga harus dibatasi agar paslon tidak mengeluarkan sebesar-besarnya dana kampanye tersebut.

"Salah satu praktik curang karena dari sisi pendanaan pilkada tidak ada batasan pengeluaran dana kampanye sehingga paslon menggunakan sebesar-besarnya dana tersebut untuk keperluan kampanye," ujarnya.

Politikus Partai Golkar itu menjelaskan bahwa revisi UU Pemilu sedang dalam proses harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, dan Komisi II DPR berupaya agar pilkada digabungkan dalam UU tersebut.

Hal itu, menurut dia, sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55 tahun 2019 bahwa pilkada merupakan bagian dari pemilu sehingga pelaksanaan pemilihan umum presiden dan pemilu anggota legislatif dengan pilkada bisa dilakukan secara bersamaan.

"Saat ini revisi UU Pemilu sedang diharmonisasi, memang mau menyatukan pilkada ke pemilu karena putusan MK memastikan tidak ada rezim pemilu dan pilkada. Semua masuk rezim pemilu, tinggal pelaksanaannya di tingkat nasional dan daerah," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Edi Suwiknyo
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper