Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) merupakan milik tersangka yang ditangkap KPK terkait korupsi pengadaan paket bantuan sosial (bansos) di Kementerian Sosial (Kemensos).
Salah satu nama yang disebut ada dibalik perusahaan tersebut adalah Matheus Joko Santoso. Matheus merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) yang ditunjuk oleh Menteri Sosial Juliari P Batubara untuk pengadaan proyek tersebut.
"Milik dua tersangka itu yang kami tangkap," kata Wakil Ketua Nurul Ghufron dalam sebuah acara yang dikutip, Sabtu (12/12/2020). Dua tersangka ini merujuk ke nama M. Joko Santoso dan Adi Wahyono alias AW.
Singkat kata PT RPI ini kemudian ditunjuk langsung sebagai rekanan pengadaan bansos buat masyarakat yang terdampak pandemi covid-19. Namun, dalam pelaksanaannya proses pengadaan tersebut tak transparan.
Kemensos tak mau menyebutkan perusahaan yang ditunjuk sebagai penyedia paket bansos. "Bahwa mereka yang dapat proyek itu, kemudian dari satu paket senilai Rp270.000 mereka dapatkan Rp10.000 dari setiap paket," kata Ghufron.
Ghufron menerangkan bahwa KPK terlibat dalam proses pengawasan bansos di Kemensos. Tahap pertama, proses penyaluran bansos sebenarnya tak ada persoalan. Namun pada tahap kedua, masalah mulai muncul.
KPK, kata dia, berulangkali meminta data terkait pihak yang ditunjuk dalam proyek pengadaan bantuan sosial. Namun, pihak Kemensos selalu terkesan menutupi siapa atau perusahaan mana yang ditunjuk Kemensos.
Seperti diketahui penetapan Mensos Juliari P Batubara sebagai tersangka bermula dari proyek pengadaan bansos penanganan Covid 19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan 2 periode.
Juliari diketahui menunjuk Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan.
Penyidik lembaga antikorupsi menduga dalam penunjukkan tersebut disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS.
"Untuk fee tiap paket Bansos di sepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu perpaket Bansos," demikian bunyi penjelasan resmi KPK.
Setelah penunjukkan tersebut, MJS dan AW pada bulan Mei sampai dengan November 2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan yang di antaranya AIM, HS dan juga PT RPI yang diduga milik MJS.
KPK menyebut penunjukkan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui Mensos dan disetujui oleh AW.
Pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS kepada JPB melalui AW dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.
Pemberian uang tersebut, menurut KPK, selanjutnya dikelola oleh EK (Eko)dan SN selaku orang kepercayaan JPB untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi menteri dari PDI Perjuangan tersebut.
"Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekit Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Mensos," tukasnya.