Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Coca-Cola, Pepsi, dan Nestle Jadi Pencemar Plastik Teratas 3 Tahun Berturut Turut

Coca-Cola, PepsiCo, Nestle, dan Unilever dinyatakan bertanggung jawab atas setengah juta ton polusi plastik di enam negara berkembang setiap tahunnya.
Coca-cola/Reuters-Beawiharta
Coca-cola/Reuters-Beawiharta

Bisnis.com, JAKARTA – Coca-Cola, PepsiCo, dan Nestle dinyatakan tidak memiliki kemajuan dalam mengurangi limbah plastik yang dihasilkan, setelah dinobatkan sebagai pencemar plastik terbesar di dunia selama 3 tahun beruntun.

Laporan tahunan dari Break Free From Plastic menunjukkan Coca-Cola menduduki peringkat nomor satu sebagai pencemar plastik di dunia. Botol minumannya adalah yang paling sering ditemukan dibuang di pantai, sungai, taman, dan tempat sampah lainnya di 51 negara dari total 55 negara yang disurvei.

Tahun lalu, botol dari Coca-Cola juga yang merupakan paling sering berserakan di 37 negara dari 51 negara yang disurvei. Angka ini lebih buruk daripada gabungan sampah plastik PepsiCo dan Nestle dengan angka masing-masing sebanyak 5.155 dan 8.633. Sementara, Coca-Cola mencatatkan angka 13.834 sampah plastik.

Dilansir dari The Guardian, Senin (7/12/2020) audit tahunan yang dilakukan oleh 15.000 sukarelawan di seluruh dunia mengidentifikasi jumlah terbesar produk plastik dari merek global yang ditemukan. Tahun ini, mereka mengumpulkan 346.949 sampah plastik, 63 persen di antaranya memiliki merek yang jelas.

Coca-Cola sendiri telah mendapat kecaman dari para aktivis lingkungan awal tahun ini, ketika mengumumkan tidak akan meninggalkan botol plastik. Mereka berdalih bahwa bentuk itu sangat populer di kalangan pelanggannya.

Pada Maret, Coca-Cola, PepsiCo, Nestle, dan Unilever dinyatakan bertanggung jawab atas setengah juta ton polusi plastik di enam negara berkembang setiap tahunnya. Ini merupakan hasil survei oleh lembaga Tearfund.

Adapun, Emma Priestland, koordinator kampanye global Break Free From Plastic menuturkan perusahaan pencemar terbesar di dunia mengklaim bekerja keras untuk mengatasi polusi plastik, tetapi sebaliknya mereka terus mengeluarkan kemasan plastik sekali pakai yang berbahaya.

Priestland mengatakan satu-satunya cara untuk menghentikan gelombang global sampah plastik yang berkembang adalah dengan menghentikan produksi, menghapus penggunaan tunggal, dan menerapkan sistem penggunaan kembali (reusable)

“Coca-Cola, PepsiCo, dan Nestle harus memimpin dalam menemukan solusi nyata untuk menemukan kembali cara mereka mengirimkan produk mereka,” katanya.

Sebuah studi yang diterbitkan pada 2017 menyatakan ada sekitar 91 persen dari semua sampah plastik yang pernah dihasilkan belum didaur ulang dan akhirnya dibakar di tempat pembuangan akhir di lingkungan alam.

Audit global tahun ini untuk sampah plastik bermerek mengungkapkan bahwa sachet sekali pakai, yang digunakan untuk menjual produk dalam jumlah kecil seperti saus tomat, kopi, dan sampo adalah jenis barang yang paling banyak ditemukan. Selanjutnya adalah puntung rokok dan botol plastik.

Simon Mbata, koordinator South African Waste Pickers Association mengatakan mayoritas plastik yang ditemukan tidak dapat didaur ulang. Mereka menemukannya di mana-mana termasuk di aliran limbah dan di dalam tanah.

Coca-Cola mengatakan pihaknya berupaya mengatasi limbah kemasan, bekerja sama dengan pihak lain, dan membantah klaim bahwa mereka tidak mengalami kemajuan. Seorang juru bicara perusahaan mengatakan secara global mereka memiliki komitmen untuk mendapatkan kembali setiap botol pada 2030 sehingga tidak ada yang berakhir sebagai sampah.

“Botol dengan 100 persen plastik daur ulang sekarang tersedia di 18 pasar di seluruh dunia, dan ini terus berkembang,” katanya.

Juru bicara tersebut mengatakan Coca-Cola juga telah mengurangi penggunaan plastik dalam kemasan sekunder. Menurutnya, secara global lebih dari 20 persen portofolio datang datang dalam kemasan isi ulang.

Seorang juru bicara PepsiCo mengatakan perusahaan mengambil tindakan untuk menangani pengemasan melalui kemitraan, inovasi, dan investasi. Mereka mengatakan telah menetapkan tujuan pengurangan plastik termasuk mengurangi plastik murni sebesar 35 persen pada 2025 mendatang.

“Selain itu, kami juga megembangkan isi ulang dan penggunaan kembali melalui bisnis seperti SodaStream dan SodaStream Professional, yang kami perkirakan akan menghindari 67 miliar botol plastik sekali pakai hingga 2025,” katanya.

Sementara itu, pernyataan dari Nestle mengatakan bahwa perusahaan telah membuat pernyataan yang berarti dalam pengemasan yang berkelanjutan. Mereka mengklaim mengintensifkan tindakan untuk membuat 100 persen kemasan daur ulang pada 2025.

“Sejauh ini, 87 persen dari total kemasan kami dan 66 persen kemasan plastik kami dapat didaur ulang atau digunakan kembali,” kata pernyataan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper