Bisnis.com, JAKARTA - Menteri dalam negeri Prancis Gérald Darmanin mengumumkan 76 masjid yang dicurigai pemerintah sebagai separatisme dan mendorong ekstremisme atau gerakan Islam radikal.
Darmanin mengatakan masjid-masjid tersebut akan tetap diperiksa dan setiap masjid yang ditemukan sebagai tempat berkembang biak terorisme akan ditutup, seperti dikutip dari Guardian pada Jumat (4/12/2020).
Melalui media sosialnya, Darmanin mengicaukan wawancaranya dengan radio RTL pada Kamis (3/12/2020). Dia menyatakan tindakan yang akan dilakukan pemerintah Prancis jika masjid-masjid ini terbukti melakukan ekstremisme agama.
"Dalam beberapa hari mendatang, pemeriksaan akan dilakukan di tempat-tempat ibadah ini. Jika keraguan ini dikonfirmasi, saya akan meminta penutupannya," cuit Darmanin seperti dikutip dari Aljazeera pada Jumat (4/12/2020).
76 mosquées sont aujourd’hui soupçonnées de séparatisme.
— Gérald DARMANIN (@GDarmanin) December 3, 2020
Dans les prochains jours, des contrôles vont être menés sur ces lieux de culte.
Si jamais ces doutes sont confirmés, je demanderai leur fermeture. pic.twitter.com/Mq8DGnB2Pr
Dia juga mengatakan ada 66 warga migran tidak berdokumen yang diduga melakukan radikalisasi telah dideportasi dari Prancis. Meski demikian, Darmanin tidak mengungkapkan tempat ibadah mana yang akan diperiksa. Dalam catatan yang dia kirimkan ke kepala keamanan regional, dilihat oleh kantor berita AFP, dia mencantumkan 16 alamat di wilayah Paris dan 60 lainnya di seluruh negeri.
Menteri itu mengatakan fakta hanya sebagian kecil dari 2.600 tempat ibadah Muslim di Prancis yang diduga menjajakan teori-teori radikal yang menunjukkan Prancis jauh dari situasi radikalisaso yang meluas dilansir Aljazeera.
"Hampir semua Muslim di Prancis menghormati hukum Republik dan terluka karenanya," ujar Darmanin.
Langkah ini merupakan bagian dari kampanye pemerintah Prancis untuk memerangi ekstremisme Islam setelah serangkaian serangan teroris, termasuk kasus pemenggalan guru baru-baru ini dan pembunuhan tiga orang di sebuah gereja di Nice.
Dilansir Guardian, tindakan ini kemudian menimbulkan tuduhan bahwa itu secara tidak adil menargetkan masyarakat, terutama komunitas Muslim yang lebih luas di Prancis.
Presiden Prancis Emmanuel Macron dengan keras membantah bahwa undang-undang (UU) baru untuk memperkuat sekularisme, yang dia uraikan pada awal Oktober, menargetkan kaum muslim.
Dia mengatakan melalui UU ini, Prancis akan melatih para imam dan memberlakukan larangan yang lebih luas pada home schooling dan kontrol pada asosiasi agama, olahraga dan budaya, ditujukan untuk menangani separatisme atau Islam radikal.