Bisnis.com, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai upaya pengendalian Covid-19 melalui vaksin terancam gagal apabila pemerintah hanya akan menggratiskan biaya vaksinasi bagi sekelompok warga saja.
Merujuk pada pernyataan Menteri Kesehatan RI saat RDPU dengan Komisi IX DPR (18/11/2020) bahwa skema vaksinasi Covid-19 hanya akan menanggung biaya vaksinasi untuk 32 juta orang saja. Sebanyak 75 juta orang tidak ditanggung oleh pemerintah atau menggunakan skema mandiri (out of pocket).
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan skema yang digunakan pemerintah ini jauh dari kata adil.
"Sebab dari sisi kebijakan, vaksinasi adalah upaya mewujudkan equity sebagai bentuk public goods yang harus dibiayai sepenuhnya oleh negara. Apalagi Covid-19 sudah dinyatakan sebagai bencana non alam," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima oleh Bisnis pada Minggu (22/11/2020).
Menurut Tulus, wajib hukumnya bagi pemerintah untuk menanggung biaya vaksinasi bagi seluruh warganya, tanpa kecuali. Pasalnya, hidup sehat dan kesehatan adalah hak asasi bagi warga negara yang dijamin oleh konstitusi, UUD 1945. Dalam hal ini adalah hidup sehat terbebas dari potensi terpapar virus Covid-19.
Selama ini Pemerintah telah menanggung seluruh biaya perawatan pasien Covid-19 yang rata-rata mencapai Rp80 juta per kasus, sehingga membiayai vaksin yang berkisar antara Rp25.000 per dosis (vaksin COVAX GAVI WHO, termasuk vaksin MODERNA) hingga Rp200.000 per dosis (vaksin SINOVAC) layak untuk dilakukan.
"Jadi, artinya secara finansial pemerintah sesungguhnya masih mempunyai kemampuan untuk melakukan hal itu," tegasnya.
Tulus mengkhawatirkan apabila cakupan imunisasi Covid-19 rendah, maka kekebalan kelompok (herd immunity) yang tercapai dengan cakupan 70-80 persen penduduk, tidak akan terwujud. Tentu artinya upaya untuk membendung wabah Covid-19 dengan instrumen vaksin akan sia-sia belaka.
Jika pemerintah merasa kesulitan atas tekanan finansial yang dialaminya, maka pemerintah bisa melakukan konversi terhadap subsidi energi. Sebagian subsidi energi bisa dialihkan untuk menggratiskan biaya vaksinasi warga.
"Pemerintah juga bisa menambah persentase kenaikan cukai rokok pada 2021, misalnya menjadi 23 persen, dari rencana semula yang hanya 17 persen saja," tutup Tulus.