Bisnis.com, JAKARTA - Anggota DPR RI dari Partai Gerinda Fadli Zon mengungkapkan beberapa masalah saat pengerjaan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja saat mengobrol dengan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo.
Mulai dari penolakan-penolakan dari berbagai lapisan dan ormas masyarakat, pengerjaan UU dengan waktu yang kurang, dikebut ditengah situasi pandemi, beberapa hal lain.
Ini semua diungkapkan dalam akun Youtube Bamsoet Channel yang berjudul ini "Fadli Zon: Blak-blakan Bongkar Omnibus Law" yang diunggah pada Kamis (5/11/2020).
Anggota DPR RI ini menceritakan bagaimana dia mulai mendapatkan draf UU No.11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja ini pada tanggal 12 Oktober 2020 pukul 22.21 sebanyak 812 halaman.
Menurut Fadli biasanya draf ini seharusnya sudah dibagikan kepada para anggota DPR setelah DPR mengetok palu pada 5 Oktober baik melalui e-mail maupun flash disk yang dibagikan. Namun ternyata draf UU ini belum dibagikan.
Alasannya Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang mengerjakan UU ini masih meneliti dan merapikan draf sehingga baru dibagikan pada 12 Oktober 2020.
Baca Juga
"Saya sudah mulai baca, karena kan harus diteliti gitu tapi [UU Cipta Kerja] enggak ada pembanding," ungkap Fadli yang tidak termasuk dalam Baleg DPR RI untuk UU Cipta Kerja.
Untuk pengerjaan UU dilakukan oleh Baleg yang beranggotakan 10 persen dari total anggota DPR RI.
Draf yang baru dibagikan pada 12 Oktober ini menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu dilakukan dengan terburu-buru secara prosedural.
"Jadi menurut saya ini terburu-buru, secara prosedural itu terburu-buru karena jadwalnya kan waktu itu tanggal 8 Oktober. Saya yakin itu bukan karena pandemi Covid-19. itu pasti mau menghindari demonstrasi tapi kan harusnya itu janganlah dijadikan alasan, karena kita membuat suatu undang-undang yang mempunyai dampak pada 270 juta (penduduk Indonesia)," ungkap Fadli Zon.
Terkait dengan penyelesaian UU Cipta Kerja ditengah pandemi Covid-19, Fadli berpendapat hal yang cocok dilakukan ketika pandemi adalah perbaikan bukan pengesahan UU.
Selain itu Fadli juga mengungkapkan waktu pengerjaan UU ini pun kurang, walaupun memang melewati target dari pemerintah yaitu 100 hari. Namun menurutnya UU yang melibatkan sampai 1000 pasal dan lebih dari 79 UU ini perlu waktu yang cukup panjang mengerjakannya.
Dia membandingkan dengan negara Amerika Serikat yang mengerjakan Omnibus Law sampai 3 tahun. Alasannya UU ini membahas semua stakeholder, dan mereka harus didengarkan.
"Di Amerika saja itu sampai 3 tahun. Jadi dia serius gitu karena ini membahas semua stakeholder, itu harus didengar. Buruh sampai tuntas, pendidik, dan seterusnya," ungkap Fadli yang bersikap berbeda dari partainya terkait UU Cipta Kerja ini.
Masalah lain yang diperhatikan oleh Fadli Zon adalah organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah, NU, dan organisasi buruh, serta berbagai perguruan tinggi, guru besar yang kompak menolak UU Cipta Kerja ini.
Tidak hanya itu menurut pengakuan Fadli masyarakat di daerah pilihannya Jawa Barat V, maupun pendukugnya menolak keras UU CIpta Kerja ini.
"Penolakan di masyarakat terlepas mereka tahu atau tidak tahu dettailnya ini kan tetap meluas. Saya merasakan loh di masyarakat dapil saya menolaknya keras banget. Pendukung-pendukung saya aja menolaknya keras banget," jelas Fadli.
Dirasakannya berbagai penolakan ini menurut Fadli ada baiknya presiden Jokowi mengajak ormas, organisasi buruh, maupun guru besar diajak duduk dan mendengarkan kekhawatiran mereka.
"Menurut saya kalau presiden mau bijak mengambil satu langkah yang drastis, lebih bagus diajak duduk lagi dan mendengarkan gitu," sarannya.