Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

1 Tahun Jokowi-Ma’ruf Amin, Fadli Zon Soroti Warisan Utang hingga Omnibus Law

Politisi Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan tepat satu tahun Jokowi-Ma’ruf menjabat Presiden dan Wapres, rakyat dan negara sama-sama memikul beban yang semakin berat.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mendatangi kantor KPU di Jakarta, Jumat (3/5/2019)/JIBI/Bisnis-Jaffry Prabu Prakoso
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mendatangi kantor KPU di Jakarta, Jumat (3/5/2019)/JIBI/Bisnis-Jaffry Prabu Prakoso

Bisnis.com, JAKARTA – Politikus Partai Gerindra Fadli Zon memberi catatan setahun kinerja pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden RI Joko Widodo - Ma’ruf Amin. Fadli menilai pemerintahan di bawah kendali Jokowi pada periode kedua mengalami banyak kemunduran.

“Cukup jelas saya melihat ada banyak sekali kemunduran yang kita [Indonesia] alami,” kata Fadli melalui akun Twitter @fadlizon seperti dikutip Bisnis, Rabu (21/10/2020).

Menurutnya, tepat satu tahun Jokowi-Ma’ruf menjabat Presiden dan Wapres, rakyat dan negara sama-sama memikul beban yang semakin berat.

Melalui kacamatanya, Mantan Wakil Ketua DPR RI itu setidaknya mengeluarkan empat beban berat yang bobotnya semakin besar selama setahun pemerintahan Jokowi.

Pertama, Fadli menyoroti persoalan utang yang semakin meninggi dibandingkan dengan negara lain.

Pasalnya, Indonesia kini harus menanggung beban utang yang sangat berat dibanding negara yang berpendapatan menengah dan rendah. Hal ini disebabkan miskalkulasi, mismanajemen, serta kerja-kerja pembangunan tuna konsep.

“Mengutip laporan Bank Dunia, utang luar negeri Indonesia saat ini menempati urutan ke-6 tertinggi di antara negara-negara berpendapatan menengah dan rendah. Saat ini, utang luar negeri lebih dari US$402 miliar, jauh lebih besar dibandingkan utang Argentina, Afrika Selatan, ataupun Thailand,” ujarnya.

Selain persoalan utang luar negeri, Fadli melanjutkan, tahun ini pemerintah juga telah menerbitkan Global Bond sebesar US$4,3 miliar dengan tenor 30 tahun. Artinya, utang tersebut akan jatuh tempo pada 2050.

Fadli bahkan menyindir pemerintahan yang saat ini menjabat justru sedang melarikan sebagian persoalan menjadi beban bagi anak cucu, yakni warisan berupa utang yang menggunung.

Kedua, persoalan beban hukum. Menurutnya, kerusakan tatanan hukum di era pemerintahan sekarang sangat kasat mata. Di periode pertama, lanjutnya, rakyat pernah disuguhi 16 paket kebijakan hukum dan ekonomi.

“Kini, di tahun pertama periode kedua, kita disuguhi Omnibus Law Cipta Kerja, satu Undang-Undang sapu jagad yang langsung memangkas 79 Undang-Undang lainnya di berbagai sektor yang berlainan,” tambahnya.

Fadli melihat pola penerbitan regulasi yang memangkas 79 UU menjadi 1 bukanlah bentuk terobosan hukum, melainkan bentuk perusakan hukum itu sendiri.

Dia menuturkan Omnibus Law di negara lain paling banyak mengubah 10 Undang-Undang. Bahkan, kebanyakan engara kurang dari 10 UU.

"Itu pun, ini perlu digarisbawahi, sebagian besar proses perumusan Omnibus Law umumnya hanya mencakup satu isu atau bidang saja. Bukan menerabas berbagai bidang secara semena-mena,” paparnya.

Ketiga, persoalan beban perpecahan. Di periode kedua pemerintahan Presiden Jokow, pemerintah masih bermain-main dengan sejumlah isu sensitif keagamaan.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, pemerintah mencoba untuk membuat draf RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP).

“Seharusnya di periode kedua ini Presiden Jokowi belajar membangun pemerintahan yang berusaha untuk melakukan proses rekonsiliasi, bukan makin kian mempertajam segregasi,” katanya.

Keempat, persoalan sosial. Fadli menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan menggunakan pandemi Covid-19 sebagai momen untuk menolong para taipan dan pengusaha, bukan untuk menolong rakyat kecil.

Begitu juga dengan Stimulus Ekonomi Nasional (PEN), misalnya, 24 persennya digunakan untuk menolong korporasi.

"Hanya 12 persen saja yang digunakan untuk belanja kesehatan. Itukan ironis,” imbuhnya.

Fadli pun tak mengherankan sejumlah survei mengatakan mayoritas rakyat tidak merasa puas pada pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Menurutnya, ketidakpuasan dalam bidang ekonomi dan hukum adalah yang paling besar.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper