Bisnis.com, JAKARTA - Thailand mengumumkan keadaan darurat di ibu kota Bangkok setelah puluhan ribu pengunjuk rasa antipemerintah mengepung kantor perdana menteri menuntut demokrasi yang lebih besar dan kekuasaan yang lebih sedikit untuk monarki.
Deklarasi tersebut, yang melarang pertemuan lima orang atau lebih dan memungkinkan penangkapan siapa pun yang melanggar aturan, segera berlaku, menurut pemberitahuan di Royal Gazette yang dikutip oleh Bloomberg.
Ribuan pengunjuk rasa yang sebagian besar dipimpin oleh mahasiswa berbaris ke Gedung Pemerintah, kantor Perdana Menteri Prayuth Chan-Ocha pada hari Rabu (14/10/2020) dalam serangkaian demonstrasi antipemerintah yang dimulai pada awal Juli.
Para pengunjuk rasa menyerukan pengunduran diri Prayuth, mantan panglima militer yang melancarkan kudeta pada 2014, dan melakukan penulisan ulang konstitusi oleh panel yang ditunjuk militer sehingga dia tetap bisa mengikuti pemilihan tahun lalu.
Demonstran juga ingin mengekang monarki, seperti melarang raja mendukung kudeta dan mencabut undang-undang yang mengkriminalisasi penghinaan terhadap Raja Maha Vajiralongkorn dan anggota atas keluarga kerajaan.
Dikutip dari Channel News Asia, massa mulai berkumpul sekitar pukul 8 pagi dan melanjutkan protes yang semula direncanakan pada pukul 2 siang.
Baca Juga
“Sumber melaporkan bahwa ada kelompok yang mencoba menguasai area dan perimeter; sebelum waktu berkumpul sebelumnya [14.00] untuk menghalangi demonstrasi Partai Rakyat,” demikian pernyataan yang dikeluarkan para demonstran.