Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

P2G: UU Cipta Kerja Beri Jalan Terjadinya Komersialisasi Pendidikan

Pemerintah (eksekutif) dapat saja suatu hari nanti, mengeluarkan kebijakan perizinan usaha pendidikan yang nyata-nyata bermuatan kapitalisasi pendidikan, sebab sudah ada payung hukumnya
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru, P2G, mengkhawatirkan Undang-Undang Cipta Kerja berpengaruh pada kapitalisasi dunia pendidikan.

Koordinator P2G Satriwan Salim mengatakan awalnya informasi tentang dicabutnya klaster pendidikan di dalam RUU Cipta Kerja menjadi kabar baik bagi dunia pendidikan.

Namun, ternyata masih ada pasal yang memberi jalan luas kepada praktik komersialisasi pendidikan.

Hal itu tertera dalam pasal 26 yang memasukkan entitas Pendidikan sebagai sebuah kegiatan usaha.

Kemudian, dalam pasal 65 juga tertulis "Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha."

Dalam ayat 2 pasal tersebut juga tertera "Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan diatur dengan Peraturan Pemerintah."

“Artinya pemerintah (eksekutif) dapat saja suatu hari nanti, mengeluarkan kebijakan perizinan usaha pendidikan yang nyata-nyata bermuatan kapitalisasi pendidikan, sebab sudah ada payung hukumnya,” ungkapnya melalui keterangan resmi, Selasa (6/10/2020).

Kemudian, dalam pasal 1 ayat 4, yang dimaksud "Perizinan Berusaha" adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.

“Jelas sekali pendidikan direduksi menjadi suatu aktivitas industri dan ekonomi. Masih bertahannya pasal yang akan menjadi payung hukum kapitalisasi pendidikan di atas, menjadi bukti bahwa anggota DPR sedang ‘ngerjain’ dunia pendidikan termasuk pegiat pendidikan,” imbuh Satriwan.

Ia menyebutkan beberapa hal yang dikhawatirkan.

Pertama apabila pendidikan dijadikan aktivitas usaha yang bermuatan ekonomis akan mengkhianati nilai Pancasila khususnya sila kedua dan kelima.

“Pendidikan nanti semakin berbiaya mahal, jelas-jelas akan meminggirkan anak-anak miskin, sehingga tujuan pendidikan untuk memanusiakan manusia tidak akan pernah terjadi, yang muncul adalah pendidikan bukan lagi sebagai aktivitas peradaban, melainkan semata-mata aktivitas mencari untung atau laba. Begitu pula prinsip keadilan dalam pendidikan, hanya akan jadi utopia, sebab pendidikan yang dikomersialisasikan menjadi pintu masuk ketidakadilan,” jelasnya.

Kedua, secara yuridis konstitusional, Satriwan menambahkan bahwa UU ini jelas-jelas mengkhianati jiwa UUD 1945 khususnya Pembukaan UUD 1945 alinea 4, Pasal 28C ayat 1, dan Pasal 31 ayat 1 yang menjelaskan bahwa mendapatkan pendidikan merupakan hak dasar warga negara.

“Sekarang bagaimana semua warga negara berhak mendapatkan pendidikan, ketika pendidikan menjadi mahal dan menjadi sebuah aktivitas ekonomi, menjadi sebuah kegiatan berusaha?” kata Satriwan.

Oleh karena itu, Satriwan mengungkapkan, jalan terakhir sebagai upaya penolakan UU ini adalah masyarakat sipil dan para pegiat pendidikan khususnya dapat membawa UU ini ke MK untuk diujimaterilkan.

“Semoga UU ini bernasib sama dengan UU Badan Hukum Pendidikan dan Pasal tentang Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional [RSBI/SBI] dalam UU Sisdiknas, yang keduanya dibatalkan oleh MK beberapa tahun lalu,” tambahnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper