Bisnis.com, JAKARTA - Jutaan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia akan menggelar unjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja.
Aksi buruh tersebut dilakukan di masing-masing lokasi pabrik tempat mereka bekerja.
KSPI mengatakan unjuk rasa buruh tersebut akan melibatkan sekitar 2 juta buruh.
"Jadi sebenarnya ini unjuk rasa, bukan mogok kerja, akan dilakukan serempak di seluruh Indonesia, dengan dasar hukumnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang menyampaikan pendapat di muka umum," kata Presiden KSPI Said Iqbal kepada Antara di Jakarta, Sabtu (3/10/2020).
Iqbal mengatakan aksi unjuk rasa atau mogok nasional itu akan diadakan pada 6 hingga 8 Oktober dari pukul 06.00 - 18.00 WIB.
Aksi tersebut merupakan bentuk protes atas rencana pengesahan RUU Cipta Kerja yang dinilai merugikan kaum buruh.
Aksi diadakan di lingkungan kerja masing-masing sebagai upaya menghindari penyebaran wabah Covid-19.
Serikat kerja di tingkat perusahaan, kata Iqbal, sudah mengirimkan surat izin kepada kepolisian resor (polres) masing-masing daerah.
Serikat kerja di tingkat nasional juga telah mengirimkan izin untuk berunjuk rasa di lingkungan perusahaan/pabrik masing-masing kepada Mabes Polri.
Dengan menggelar unjuk rasa nasional dari pukul 06.00 - 18.00 WIB, kata Iqbal, tingkat produksi kerja akan secara langsung terkena dampak.
"Produksi akan setop karena unjuk rasanya dari jam 06.00 WIB pagi sampai jam 18.00 WIB sore. Lokasinya itu adalah masih di lingkungan pabrik, di halaman pabrik, di kantin, di halaman parkir mobil, dan area lain," kata Iqbal.
Iqbal mengatakan unjuk rasa tersebut akan berlangsung di 150 kabupaten/kota yang berada di 20 provinsi seluruh Indonesia.
Provinsi dimaksud antara lain di DKI Jakarta seluruhnya, di Banten ada dari Kota dan Kabupaten Tangerang, Tangerang Selatan, Serang dan Cilegon.
Di Jawa Barat (Jabar) melibatkan para buruh dari Bogor, Depok, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Cirebon, Bandung dan Cimahi.
Dari Jawa Tengah ada buruh yang ikut unjuk rasa dari Semarang, Kendal, Jepara dan di Jawa Timur ada dari Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Pasuruan, Gresik.
Untuk wilayah Sumatra, ada dari Sumatera Utara, Medan, Deliserdang, Serdang Bedagai.
Di Kepulauan Riau ada kaum buruh dari Batam, Bintan, Karimun dan masih banyak lagi lainnya.
Tuntutan utama dalam unjuk rasa tersebut ada 10 poin, yakni:
- tentang pemutusan hubungan kerja (PHK)
- tentang sanksi pidana
- tenaga kerja asing (TKA)
- tentang upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kota/Kabupaten (UMSK)
- tentang pesangon
- waktu kerja
- hak upah atas cuti atau cuti yang hilang
- tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau karyawan kontrak seumur hidup,
- "outsourcing" atau alih daya seumur hidup
- tentang potensi hilangnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun akibat karyawan kontrak atau alih daya seumur hidup.
Dari 10 poin tuntutan tersebut, Panitia Kerja Badan Legislasi DPR, kata Iqbal, memang menyepakati agar tiga isu, yaitu isu tentang PHK, sanksi dan TKA, dapat kembali kepada ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
Namun demikian, menurut Iqbal, tujuh isu lainnya juga sangat penting karena menyangkut kesejahteraan dan upah para buruh.
"Apa itu yang masih dituntut? Meminta UMK dan UMSK jangan hilang. Jadi kembali ke Undang-Undang Nomor 13/2013 tentang Ketenagakerjaan, UMK dan UMSK jangan hilang," tegas Iqbal.
Pada ketentuan terkait UMK dan UMSK tersebut, pemerintah dan DPR, kata Iqbal, menetapkan harus bersyarat. Sementara, serikat kerja menuntut agar ketentuan terkait UMK dan UMSK itu tidak bersyarat.
"Kita enggak setuju. Syarat apa maksudnya? Kita kan enggak jelas. Jadi (seharusnya) UMK tidak bersyarat dan UMSK tidak hilang," katanya.
Para buruh juga menuntut agar pesangon tidak dikurangi, selain mereka juga tidak setuju adanya ketentuan tentang karyawan kontrak dan tenaga alih daya seumur hidup tanpa batas waktu.
"Nah, hal-hal lain adalah tentang cuti atau cuti bagi pekerja perempuan khususnya, kemudian juga kita minta jangan ada yang hilang jaminan sosial buat karyawan kontrak dan outsourcing. Kemudian, jangan ada juga waktu kerja yang eksploitatif karena itu adalah salah satu bentuk perbudakan," urai Iqbal.