Bisnis.com, JAKARTA – Wabah Covid-19 belum berakhir, namun bencana alam bertubu-tubi datang, mulai dari banjir bandang di Kabupaten Sukabumi, Jakarta kebanjiran, hingga gempa bumi.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan musim hujan di Indonesia akan dimulai secara bertahap pada akhir Oktober, dimulai dari wilayah Indonesia Barat dan sebagian besar wilayah Indonesia diprakirakan mengalami puncak musim hujan Januari dan Februari 2021.
"Sebagian besar wilayah diprakirakan mengalami puncak musim hujan pada bulan Januari dan Februari 2021, yaitu sebanyak 72,5 persen,” ujar Dwikorita mengutip keterangan resmi BMKG, Senin (28/9/2020).
Deputi Klimatologi BMKG Herizal menambahkan bahwa datangnya musim hujan juga berkaitan dan akan datang bersama dengan angin Timuran (Monsun).
Peralihan angin monsun diprediksi akan dimulai dari wilayah Sumatra pada Oktober 2020, lalu wilayah Kalimantan, kemudian sebagian wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara pada November 2020 dan akhirnya Monsun Asia sepenuhnya dominan di wilayah Indonesia pada bulan Desember 2020 hingga Maret 2021.
Kondisi ini bakal makin mempersulit keadaan di tengah Covid-19, masyarakat seharusnya menghindari kerumunan dan menjaga jarak. Sementara, saat musim hujan banyak wilayah yang berpotensi terendam banjir dan bencana alam lainnya.
Dalam menghadapi musim hujan 2020/2021, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG Dodo Gunawan mengimbau para pemangku kepentingan dan masyarakat untuk tetap mewaspadai wilayah-wilayah yang akan mengalami musim hujan lebih awal, yaitu di sebagian wilayah Sumatra dan Sulawesi, serta sebagian kecil Jawa, Kalimantan, NTB, dan NTT.
“Perlu peningkatan kewaspadaan dan antisipasi dini untuk wilayah-wilayah yang diprediksi akan mengalami musim hujan lebih basah dari normalnya yaitu di Sumatra, Jawa dan sebagian kecil Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Papua,” jelasnya.
Selain itu, perlu diwaspadai pula wilayah-wilayah yang akan mengalami awal musim hujan sama atau sedikit terlambat (10-20 hari), terutama di wilayah-wilayah sentra pangan seperti Jawa, Bali, NTB, dan Sulawesi.
“Masyarakat diharapkan dapat lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim hujan terutama di wilayah yang rentan terjadi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor,” ujarnya.
Dwikorita melanjutkan, masyarakat juga perlu lebih waspada serta penyiapan lebih dini dan optimal sebagai upaya mitigasi termasuk oleh para pemangku kepentingan dan pemerintah daerah yang wilayahnya diprakirakan akan mengalami musim hujan lebih maju atau lebih basah.
Petugas pemadam kebakaran mengevakuasi pohon yang menimpa salah satu rumah tinggal penduduk akibat angin puting beliung, di Solear, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (29/9/2020). Bencana angin puting beliung yang terjadi pada Senin (28/9/2020) sore tersebut mengakibatkan ratusan rumah di Kabupaten Tangerang mengalami kerusakan. ANTARA FOTO/Fauzan
Klaster Wabah Covid-19
Selain itu, jangan sampai penanganan bencana alam justru menimbulkan klaster wabah Covid-19. Pasalnya, kondisi ini tak didukung oleh tenaga kesehatan yang kini sudah mulai kewalahan mengatasi Covid-19.
Ikatan Apoteker mencatat per 22 September 2020 lalu, sudah ada 803 orang apoteker terkonfirmasi positif, 283 tercatat kontak erat, 723 tengah melakukan isolasi mandiri, yang sembuh sebanyak 640 orang, dan meninggal 6 orang.
Lalu, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) juga menyebutkan bahwa dari 2.291 orang tersebut 913 di antaranya berstatus suspek, 223 kontak erat, 2 kasus probabel, 736 orang isolasi mandiri, 178 masih dalam perawatan, 1.345 sembuh, dan 22 orang meninggal dunia.
Tak luput, petuga laboratorium di 34 provinsi pun mencatat yang sudah terkonfirmasi positif Corona sudah 492 orang, yang sebagian besar sudah sembuh, namun jug ada yang gugur 4 orang di DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Aceh.
Kemudian, perawat sudah ada 85 orang yang meninggal, dan ini data terakhir hari ini. Yang terinfeksi baru terkumpul di 4 provinsi di Jawa Timur 844 perawat, di DKI Jakarta 1.629 perawat, di Sulawesi Selatan 350, dan Bali per 9 Agustus itu sudah 156 perawat.
Sementara, dalam enam bulan terakhir sudah ada 119 dokter yang meninggal dunia akibat terpapar Covid-19.
Belum lagi, perilaku masyarakat di Indonesia yang masih banyak belum percaya dengan keberadaan Covid-19 dikhawatirkan bisa membuat penanganan makin sulit.
Kepatuhan 3M Turun
Kementerian Kesehatan misalnya, mencatat bed occupancy rate (BOR) di Indonesia sudah 49,80 persen. Di DKI Jakarta sendiri sepekan lalu mencatat BOR-nya di rumah sakit rujukan sudah mencapai 83 persen.
Padahal, WHO memberikan standar BOR maksimal 60 persen. Walaupun belum tembus standar WHO, tapi yang jadi masalah adalah tambahan jumlah kasus yang belum menunjukkan tanda-tanda penurunan.
Kemudian, tingkat kesembuhan Indonesia 73,8 persen, masih jauh lebih buruk dibanding negara Asia Tenggara lain yang sampai 90 persenan.
Selain itu, Apple Mobility Report mencatat mobilitas penduduk Indonesia, terutama di kota-lota besar masih tinggi. Di Jakarta, bahkan setelah PSBB total lagi penurunan mobilitasnya belum sampai serendah pada Maret – Mei 2020.
Idealnya, jika Indonesia harus bisa menekan mobilitas penduduk sampai 80 persen bisa menekan penyebaran virus.
Terlebih lagi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat dalam Survei Demografi Dampak Covid-19 September 2020 bahwa sebanyak 17 persen atau sekitar 45 juta penduduk Indonesia masih yakin tidak akan tertular Covd-19. Sedangkan, 55 persen di antaranya yakin tidak ada sanksi jika tidak menerapkan protokol kesehatan.
BPS juga mencatat terjadi penurunan kepatuhan perilaku 3M dari masyarakat, untuk menjaga jarak hanya naiak 11 persen dari 63 persen pada April menjadi 74 persen pada September. Kemudian memakai masker naik 9 persen dari 83 persen pada April memjadi 92 persen pada September.
Namun, kebiasaan mencuci tangan menurun 4 persen dari 80 persen pada April menjadi 76 persen pada September.
Adapun, per Selasa (29/9/2020) Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat secara nasional, terjadi kenaikan kasus positif sebanyak 4.002 kasus sehingga kumulatif menjadi 282.724 kasus. Sedangkan, kasus sembuh bertambah sebanyak 3.567 atau kumulatif 210.437, dan kasus meninggal bertambah 128 atau jika ditotal mencapai 10.601.
Beban tenaga kesehatan tak bisa makin berat lagi kalau masyarakat tak mempersiapkan diri menghadapi musim bencana, dan mulai menjaga bumi agar lebih baik lagi.
Petugas medis memeriksa kesehatan seorang pengungsi korban banjir bandang di Desa Rogo, Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Jumat (18/9/2020). Hingga hari keempat pascabanjir bandang di desa itu, dinas kesehatan setempat masih terus membuka layanan bagi korban sebagai antisipasi timbulnya penyakit akibat sanitasi yang buruk. ANTARAFOTO/Basri Marzuki
Kesehatan Pengungsi
Juru Bicara Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan bahwa musim hujan dapat menyebabkan bencana banjir, angin puting beliung, dan bencana lainnya. Dia mengimbau agar pengungsian nantinya jangan sampai menimbulkan klaster Virus Corona yang baru.
“Jadi pemerintah nantinya harus memastikan untuk menjaga para pengungsi dari terserang penyakit,” ungkapnya.
Beberapa penyakit yang bisa ditimbulkan dari datangnya musim hujan ini antara lain demam berdarah, tifus, dan lepra.
“Semua penyakit bisa menurunkan imunitas, sehingga rentan terpapar Covid-19, jika tidak mungkin menjaga jarak, pemerintah harus pastikan sirkulasi udara berjalan dengan baik, sinar matahari cukup dan memastikan kebersihan lokasi pengungsian,” imbaunya.
Selain itu, Wiku berpesan agar para pengungsi nantinya dapat tetap mematuhi protokol kesehatan, yaitu menjaga jarak, menggunakan masker, dan mencuci tangan.
“Jika tidak memungkinkan menjaga jarak, setidaknya pemerintah setempat bisa memastikan adanya sirkulasi udara yang baik, sinar matahari yang cukup, dan memastikan kebersihan lokasi pengungsian,” tegasnya.
Harapannya, seluruh upaya untuk menekan jumlah tambahan kasus ini tidak sia-sia ketika memasuki musim penghujan.