Bisnis.com, JAKARTA- Rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kemdikbud merampingkan kurikulum menuai protes dari para guru, terutama seiring wacana penghapusan kewajiban mata pelajaran sejarah untuk satuan pendidikan tertentu.
Penyederhanaan kurikulum tersebut diwacanakan Kemdikbud dianggap sebagai langkah meningkatkan kualitas mutu pendidikan.
Selain sejarah, pelajaran lain yang terkena imbas penyederhanaan antara lain pelajaran agama dan budi pekerti yang disederhanakan menjadi kelompok agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian ada program pendidikan karakter yang justru dibuat mata pelajaran tersendiri.
Di samping itu, terdapat penambahan mata pelajaran baru seperti pengalaman dunia kerja untuk SMA, mata pelajaran vokasional, dan kewirausahaan.
Terkait langkah Kemdikbud tersebut, Koordinator Serikat Guru Rawamangun (SGR) Haris Malikus mengungkapkan ada kekeliruan mendasar dari penyusunan kurikulum yang menyisihkan peran pelajaran sejarah. “Hal ini terkait paradigma bahwa hal-hal yang tidak menawarkan keterampilan praktis, tidak dibutuhkan oleh dunia pendidikan,” ungkap Haris yang juga menjadi pengajar di SMA Sumbangsih Jakarta, Juat (18/9/2020).
Dengan kacamata tersebut, menurutnya, Kemdikbud malah meninggalkan filosofi mendasar terkait pendidikan sebagaimana Ki Hadjar Dewantara pernah kemukakan. “Salah satunya konsep soal koeksistensi, di mana siswa harus menyadari kehidupan bersama dari lingkup terkecil, hingga lingkup hidup yang lebih besar, di sana letak peran ilmu sosial seperti sejarah,” ungkap Haris.
Dia mengingatkan jika kebijakan perampingan kurikulum yang digagas Kemdikbud mengorbankan paradigma pendidikan seperti dirumuskan Ki Hadjar, dan melulu terpaku kepada persoalan pengajaran praktis dan keterampilan teknis, hal tersebut bakal berakibat buruk.
“Kelak generasi mendatang memberikan wajah orang-orang yang pintar, kaya secara ekonomi, namun rapuh menjaga solidaritas dan kemauan kolektif,” tegas pegiat diskusi pedagogik Taman Pembelajar Rawamangun (TPR) itu.
Pihak Kemdikbud mengakui tengah menggodok rencana perampingan kurikulum tersebut. Sebagaimana diungkapkan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemdikbud Totok Suprayitno, bahwa penyederhanaan kurikulum masih dalam tahapan awal serta membutuhkan waktu yang panjang.
“Rencana penyederhanaan kurikulum masih berada dalam tahap kajian akademis,” kata Totok seperti dikutip dari siaran pers resmi Kemdikbud.
Selain itu, terkait pelajaran sejarah di sekolah, Totok menegaskan pelajaran sejarah tetap terdapat dalam kurikulum. Pelajaran sejarah, ungkapnya, akan tetap diajarkan dan diterapkan di setiap generasi.
“Kemdikbud mengutamakan sejarah sebagai bagian penting dari keragaman dan kemajemukan serta perjalanan hidup bangsa Indonesia pada saat ini dan yang akan datang,” tukas Totok.