Bisnis.com, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dinilai sebagai ancaman bagi tugas pokok dan fungsi serta kewenangan Polri.
Hal itu disampaikan pengamat kepolisian Irjen Pol. (Purn.) Drs. Sisno Adiwinoto, M.M.
Menurut Wakil Ketua Umum Ikatan Sarjana dan Profesi Kepolisian (ISPPI) itu, RUU Kejaksaan dapat membawa hukum acara pidana melangkah mundur ke posisi zaman Reglement Indonesia Diperbaharui (RIB) warisan kolonial Belanda.
"Tentunya banyak kalangan, khususnya ISPPI mempertanyakan mengapa Rancangan Perubahan atas UU 16/2004 yang muatan materinya banyak bertentangan dengan KUHAP dan tidak sinkron dengan tupoksi aparat hukum lainnya, terutama kewenangan Polri," kata Sisno dalam rilis yang diterima di Jakarta, Selasa (8/9/2020).
RUU Kejaksaan, kata Sisno, akan memiliki aspek perubahan sangat besar dan luas yang erat kaitannya dengan kewenangan penyidikan lanjutan yang akan dimiliki oleh Kejaksaan Agung.
Padahal, telah diatur dalam Pasal 284 Ayat (2) UU No. 8/1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana bahwa 2 tahun setelah berlakunya UU KUHAP tersebut semua penyidikan dilakukan hanya oleh Polri dan penyidik pegawai negeri sipil.
Bila nanti RUU Kejaksaan itu disetujui oleh DPR RI menjadi Undang-Undang, lanjut Sisno, Kejaksaan Agung akan memiliki kewenangan sangat luas, yaitu dapat melakukan penyidikan lanjutan.
Selain itu, kejaksaan berwenang menyadap, menjadi pengacara negara tanpa perlu izin lembaga yang berkepentingan, menjadi penyidik, penuntut umum, pengacara negara tertinggi di NKRI, melakukan mediasi penal, menjadi intelijen penegakan hukum, serta dalam kepentingan penuntutan dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri, dan sebagainya.
"Apakah Polri setuju dan muatan materinya sudah sejalan dengan UU No. 2/2002 tentang Polri?" kata Sisno.
Sisno mengingatkan agar Polri dapat proaktif memberi saran masukan, meluruskan dan ikut mengawal RUU Kejaksaan yang saat ini sedang dibahas di DPR RI.
Sisno memandang perlu Polri ikut dalam tahap sinkronisasi dan perumusan RUU tersebut bersama Pemerintah.
Menurut dia, Tim Polri harus dapat memberikan argumentasi yang kuat pada saat rapat intern Pemerintah dalam menyiapkan daftar inventarisasi masalahnya.
Dalam pembahasan di DPR RI, Sisno menilai Polri dan komponen masyarakat juga perlu memberi masukan, meluruskan, dan mengawal DPR RI agar RUU Kejaksaan tidak bertentangan dengan konstitusi dan undang-undang terkait dengan criminal justice system (CJS).
"Pemerintah dan masyarakat perlu mengawal DPR RI agar wewenang kejaksaan sejalan dengan konstitusi, antara lain yang terkait dengan hak prerogatif Presiden, yaitu grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi, KUHAP, KUHP, dan UU Polri," kata mantan Kapolda Sulselbar periode 3 Maret 2008 hingga 28 Januari 2009 ini.
Sisno berharap Pemerintah dan fraksi-fraksi partai politik di DPR RI serta komunitas hukum lainnya dapat menjaga keberadaan dan eksistensi tugas pokok dan fungsi serta kewenangan Polri sebagai penyidik tunggal. Selain itu, lanjut dia, jaksa sebagai penuntut umum pada masa kini dan ke depan guna menghadapi perubahan dalam konteks politik global, regional, dan nasional.