Bisnis.com, JAKARTA - Keluarga menjadi klaster baru Virus Corona yang perlu diwaspadai. Pasalnya, angka peningkatan transmisi di unit sosial terkecil ini cukup tinggi.
Analis dan penulis @pandemictalks, Firdza Radiany mengatakan Bekasi menjadi wilayah paling tinggi munculnya klaster keluarga. Tercatat pada awal Agustus, terdapat 155 klaster keluarga dengan 437 kasus.
Bogor menempati posisi kedua sebanyak 48 klaster dengan 189 kasus terinfeksi Covid-19. Berikutnya, ada Yogyakarta sebanyak 9 klaster dengan 13 kasus. Diikuti semarang 8 klaster dengan 10 kasus dan Malang 10 klaster dengan 35 kasus.
Firdza menerangkan 34 persen angka positif Covid-19 di Bogor berasal dari klaster keluarga. Transmisi ini terjadi karena beberapa anggota keluarga banyak yang beraktivitas atau ke luar masuk Kota Bogor. Lansia dan anak-anak yang paling banyak terinfeksi dari kasus ini.
"20 persen orang tanpa gejala, orang tersebut merasa sehat ternyata lagi positif. Hanya 15 persen warga Bogor yang percaya Covid ada, sisanya tidak percaya," jelasnya saat konferensi pers bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Senin (7/9/2020).
Lantas bagaimana dengan DKI Jakarta?
Firdza menyebut belum berani mengeluarkan data pasti karena belum adanya pemberitaaan secara resmi di media massa mengenai hal ini.
Namun, menurut survei indeks persepsi risiko, hanya 18 persen warga Jakarta yang percaya Covid-19 bukan buatan manusia. Sementara itu, walaupun 70 persen warga mematuhi protokol kesehatan, mereka percaya tidak akan terinfeksi terkena dan yakin akan sembuh apabila terinfeksi.
"Warga Jakarta, persepsi Covid-19 rendah, mengikuti protokol tapi percaya tidak akan tertular. Warga Jakarta tidak takut sama Covid," tegas Firdza.
Klaster keluarga memang terjadi ketika ada anggota keluarga yang banyak beraktivitas di luar kemudian tanpa disadarai menularkan ke keluarga. Selain itu, budaya masyarakat Indonesia yang senang berilaturahmi dan bersosialisasi juga menyumbang transmisi di keluarga.
"Entah itu sekedar berkumpul dengan anggota keluarga lain hingga berolahraga bersama. Padahal kegiatan tersebut menyebabkan cepatnya penularan di lingkup keluarga, ditambah lagi stigma takus dijauhi lingkungan sekitar membuat banyak anggota keluarga enggan melakukan tes swab Covid-19."
"Paling masif, karena orangtua biarkan anak bermain bersama dalam komplek. Anak juga berperan jadi pembawa virus. Ada pula di kondisi ini banyak warga liburan ke tempat zona merah," tegasnya.