Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Usai Lockdown, Ekonomi India Hadapi Kemerosotan Kuartalan Terburuk

Menurut ekonom yang disurvei Bloomberg, data yang akan dirilis hari ini kemungkinan akan menunjukkan PDB India turun 19,2 persen pada kuartal kedua 2020 dari tahun lalu.
Supermarket D-Mart yang dikelola oleh Avenue Supermarts Ltd di Maharashtra, India./Bloomberg
Supermarket D-Mart yang dikelola oleh Avenue Supermarts Ltd di Maharashtra, India./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Setelah menjadi ekonomi utama dengan pertumbuhan tercepat di dunia, India akan mencatat penurunan kuartalan paling tajam dalam produk domestik bruto di Asia karena dengan cepat menjadi titik panas global untuk infeksi virus Corona.

Dengan lebih dari 65.000 infeksi baru setiap hari dan total kasus mencapai 3 juta di negara berpenduduk 1,3 miliar, jalan India menuju pemulihan tampak panjang dan sulit.

Gabungan langkah-langkah moneter dan fiskal untuk menopang ekonomi telah gagal, menyebabkan jutaan pengangguran dan dan bisnis di ambang kebangkrutan.

Menurut ekonom yang disurvei Bloomberg, data yang akan dirilis hari ini kemungkinan akan menunjukkan PDB turun 19,2 persen pada kuartal kedua 2020 dari tahun lalu.

Angka ini akan menjadi kontraksi paling tajam sejak India mulai menerbitkan angka kuartalan pada 1996 dan lebih buruk daripada ekonomi utama Asia mana pun yang dilacak oleh Bloomberg.

Bahkan sebelum pandemi melanda, ekonomi terbesar ketiga di Asia itu berada di tengah-tengah perlambatan karena krisis di sektor shadow banking merugikan pinjaman baru dan berdampak pada konsumsi, yang menyumbang sekitar 60 persen dari PDB India.

Lockdown ketat dari pertengahan Maret untuk menahan pandemi merupakan pukulan bagi perekonomian. Ini membuat aktivitas terhenti karena bisnis tutup dan jutaan pekerja meninggalkan kota menuju pedesaan. Kondisi itu menempatkan PDB pada jalur kontraksi tahunan pertama dalam lebih dari empat dekade, penurunan setahun penuh sebesar 5,6 persen, menurut survei Bloomberg yang terpisah.

"Lockdown memberikan pukulan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap ekonomi," kata Rahul Bajoria, kepala ekonom India di Barclays Plc yang berbasis di Mumbai, dilansir Bloomberg, Senin (31/8/2020).

Dia mengatakan dengan langkah-langkah penguncian nasional diperpanjang hingga April dan Mei, dan sebagian besar negara bagian memperpanjang pembatasan parsial sepanjang Juni, ekonomi pedesaan, pengeluaran pemerintah dan kebutuhan pokok kemungkinan akan menjadi satu-satunya sektor yang memitigasi beberapa penurunan.

Sementara itu diperkirakan akan ada kesenjangan yang terjadi sebagai dampak dari lockdown. Menurut Reserve Bank of India, layanan transportasi, perhotelan, rekreasi dan kegiatan budaya sangat terpengaruh.

"Guncangan permintaan begitu parah sehingga akan membutuhkan waktu cukup lama untuk memperbaiki dan mendapatkan kembali momentum sebelum Covid-19," kata RBI dalam laporan tahunannya.

Selain itu, terdapat tingkat ketidakpastian yang lebih tinggi di sekitar data kuartal terakhir, mengingat kurangnya survei lapangan yang dilakukan oleh kantor statistik selama lockdown. Hal itu menyebabkan inflasi dan laporan produksi industri yang tidak lengkap pada April dan Mei.

Dengan aktivitas di sektor informal India yang mencapai hampir setengah dari PDB, kemungkinan tidak akan dilaporkan, output di sektor formal dapat digunakan sebagai proksi dan memperkirakan pertumbuhan yang terlalu tinggi.

"Kantor statistik dapat mengumumkan kontraksi PDB sebesar 17,5 persen year-on-year yang selanjutnya dapat direvisi menjadi kontraksi 25 persen ketika survei sektor informal tersedia," kata Kepala Ekonom India di HSBC Holdings Plc. Pranjul Bhandari di Mumbai.

Pandemi telah menyebabkan kontraksi PDB bersejarah di berbagai ekonomi di seluruh dunia. Di India, situasinya diperparah dengan dukungan fiskal yang terbatas, sehingga bank sentral bertanggung jawab untuk memberikan sebagian besar stimulus. RBI telah memangkas suku bunga sebesar 115 basis poin sepanjang tahun ini, meningkatkan likuiditas dan mentransfer miliaran rupee dalam bentuk dividen kepada pemerintah.

Namun dengan inflasi di atas target, bank sentral mungkin mencapai akhir dari siklus pelonggarannya, meninggalkan sedikit ruang untuk dukungan lebih lanjut.

Para ekonom memperkirakan pertumbuhan akan pulih hingga di atas 7 persen tahun depan, sebagian besar dipimpin oleh permintaan domestik yang terpendam, dan peningkatan dalam pertanian dan ekspor.

Namun, kemungkinan itu akan gagal dari pemulihan yang mengikuti krisis keuangan global lebih dari satu dekade lalu, ketika pertumbuhan rata-rata 8,2 persen dalam dua tahun fiskal setelah krisis, didorong oleh pengeluaran fiskal besar-besaran, pelonggaran moneter, dan rebound global yang cepat.

Selain pandemi, India masih memiliki masalah struktural yang mengakar, mulai dari sektor perbankan yang bermasalah dan lemah hingga utang publik yang tinggi. Hal itu akan mengalihkan sumber daya pemerintah dari respons krisis saat ini.

"Yang saya khawatirkan adalah garis kesalahan struktural yang akan diekspos oleh guncangan ekonomi ekstrem ini dalam jangka panjang, dan berapa tahun yang dibutuhkan bagi perekonomian untuk kembali ke keadaan semula," kata Shumita Sharma Deveshwar, seorang ekonom di TS Lombard berbasis di Gurugram, dekat New Delhi, India.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper