Bisnis.com, JAKARTA - Maskapai Kenya Airways memperkirakan permintaan penerbangan domestik maupun internasional di Kenya tidak akan pulih hingga 2020 berakhir. Perusahaan memproyeksi kinerja keuangannya bakal anjlok 50 persen dibandingkan periode 2019.
Maskapai yang sebagian sahamnya dimiliki pemerintah Kenya tersebut sebenarnya sudah mulai beroperasi sejak penghapusan pembatasan penerbangan oleh pemerintah per awal Agustus ini. Namun, sejauh ini belum ada tanda-tanda bakal tingginya permintaan dari masyarakat.
"Penurunan permintaan penerbangan mau tak mau membuat kami harus beroperasi lagi, meski dalam skala kecil. Kami sudah berbicara pada pemerintah untuk mendapat izin lebih awal," kata CEO Kenya Airways Allan Kilavuka seperti diwartakan Bloomberg, Jumat (28/8/2020).
Pada semester I/2020 Kenya Airways mencatatkan penurunan pendapatan hampir 50 persen. Imbasnya, kerugian bersih perseroan pun menyentuh angka 21 miliar shilling, atau setara US$194 juta. Angka kerugian tersebut melonjak signifikan ketimbang kerugian bersih 8,1 miliar shilling yang mereka bukukan pada semester I/2019.
Saat ini pemerintah tengah berupaya mengambil alih keseluruhan saham perusahaan. Namun, di tengah tekanan pengeluaran akibat pandemi, rencana tersebut kemungkinan bakal tertunda.
Selain harus membeli porsi saham yang dimiliki Air France dan KLM, pemerintah punya kewajiban melunasi utang-utang perusahaan ke sejumlah pihak guna memuluskan jalannya.
Baca Juga
Per Jumat (28/8) hari ini, kasus positif Covid-19 di Kenya telah menyentuh 33.389. Dari angka tersebut, 19.296 orang dinyatakan sembuh dan 564 di antaranya telah meninggal.