Sejak pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia, konsumsi buah dan sayur terus didorong. Alasannya untuk membentuk imunitas tubuh masyarakat guna menangkal virus. Buah seolah menjadi tuah agar terhindari dari ancaman infeksi.
Kampanye konsumsi buah dan sayur menghangat saat pandemi meluas di Tanah Air medio Maret 2020. Anjuran ini bahkan disampaikan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto berulang kali, sebelum posisinya digantikan Wiku Adisasmito sebagai Jubir Satgas Penanganan Covid-19 sejak 21 Juli 2020.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan itu nyaris selalu menganjurkan konsumsi buah dan sayur sebagai salah satu upaya peningkatan imunitas selain pola hidup sehat termasuk olahraga.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan memberi perhatian khusus pada pola konsumsi buah dan sayur untuk menghadapi pandemi. Organisasi yang dipimpin Tedros Adhanom itu merekomendasikan konsumsi buah dan sayur minimal 400 gram per hari.
Pada laman resminya disebutkan beberapa buah segar dan tahan lama yang direkomendasikan seperti jeruk, anggur, clemetine, pisang hingga apel baik untuk dikonsumsi secara rutin. Kemudian, umbi-umbian seperti wortel, lobak, kubis, brokoli hingga kembang kol.
Selain itu, buah beku seperti beri, nanas, mangga juga menjadi pilihan yang bagus. Buah dalam kategori ini mengandung serat, vitamin tingkat tinggi serta harga yang cenderung lebih murah dibanding yang lainnya.
Baca Juga
Anjuran ini dikeluarkan WHO untuk mendukung pemenuhan nutrisi dan vitamin warga dunia menghadapi ancaman Covid-19 termasuk saat masa karantina. Terlebih konsumsi buah dan sayur menjadi poin penting untuk mendukung peningkatan sistem imun manusia.
Sementara itu, di lapangan diakui konsumsi buah masyarakat Indonesia mulai naik selama meluasnya pandemi. Kondisi ini seiring dengan munculnya kesadaran warga meningkatkan kesehatan dan pemenuhan nutrisi bagi tubuh.
Luthfiany Azwawie, Head of Product Management and Marketing PT Segar Sewu Nusantara (PT SSN), pemasok buah dalam dan luar negeri, mengakui bahwa meluasnya pandemi ikut mendongkrak keinginan masyarakat mengonsumsi buah.
Kebiasaan baru ini juga disertai dengan mulai berubah pola belanja pangan ini. Masyarakat terbilang lebih selektif memilih buah, menghindari potensi virus di lapisan luar buah. Perubahan juga terlhat dari adanya kalangan yang mencari atau memilih buah dari kebun yang menerapkan sistem kontrol ketat.
“Sekarang orang mulai banyak sadar mengonsumsi buah-buahan. Jadi agak lebih banyak lagi [konsumen buah]. Tapi tidak serta merta makan buah, tapi ada tendensi mengonsumsi buah lebih banyak,” katanya belum lama ini.
PT SSN merupakan salah satu perusahaan yang tergabung dalam Great Giant Foods (GGF). Korporasi ini dibangun Grup Gunung Sewu untuk menguatkan anak perusahaan yang bergerak di bidang pangan, pertanian, dan peternakan.
Petani memetik buah apel di salah satu perkebunan di kawasan Batu, Malang, Jawa Timur, Rabu (25/9/2019) - Bisnis/Arief Hermawan P
Perusahaan yang tergabung di GGF di antaranya PT Great Giant Pineapple, PT Great Giant Livestock, dan PT Sewu Segar Nusantara dengan merek produk Sunpride, Re.Juve, Hometown Dairy, Bonanza, dan Duta.
Di samping itu dia memastikan hasil kebun GGF bebas residu pestisida. Terlebih pihaknya telah mengantongi Good Agricultural Practices (GAP), salah satu sistem sertifikasi praktik budidaya tanapan sesuai standar global untuk keamanan pangan.
“Buah-buahan diproduksi di lingkungan bersih dan kontrol kualitas. Makan buah sangat penting, melancarkan aliran oksigen ke otak, mengandung enzim, memperlancar pencernaan, serta mengandung vitamin C dan A,” tuturnya.
Gaya Hidup Masyarakat
Adapun secara langsung, pandemi mengubah gaya hidup kesehatan masyarakat. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, Reihana mengatakan meluasnya virus mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat, serta mempengaruhi jenis makanan yang dikonsumsi.
Masyarakat akhirnya lebih memilih makanan siap saji dan makanan ringan kemasan. Pola makan seperti ini berakibat buruk pada tubuh termasuk meningkatkan berat badan. Padahal saat pandemi, gizi seimbang termasuk konsumsi buah cukup diperlukan.
“Gizi seimbang memainkan peranan penting dalam arti gizi seimbang mengonsumsi karbohidrat, protein. Diperlukan juga dukungan keluarga [untuk pemenuhan gizi seimbang],” ujarnya.
Secara terperinci, penerapan gizi seimbang di masa adaptasi kebiasaan baru dibagi enam langkah. Sarapan pagi sebelum aktivitas pagi, membuat makanan sehat di rumah, belajar makan baik sesuai kebutuhan, membawa bekal dari rumah, minum 8 gelas sehari, serta tidur cukup.
Meski menjadi salah satu pangan pendongkrak nutrisi dan vitamin, Ahli Gizi dr Tan Shot Yen mengingatkan bahwa buah tidak mampu bekerja sendiri meningkatkan nutrisi tubuh. Diperlukan pola makan dan gaya hidup sehat untuk mendukung upaya itu.
Dia memaparkan, konsumsi buah juga mesti dibarengi dengan gizi seimbang secara komprehensif, disertai pola 3 M; memakai masker, mencuci tangan memakai sabun dan menjaga jarak dari kerumunan.
“Bicara kekebalan tubuh, tidak bisa mengandalkan satu jurus. Sebab mau makan buah berapa kilo pun, kalau ‘sabotase-sabotase’ lain terhadap imunitas masih terjadi, ya akhirnya kan kontra produktif,” terangnya, Jumat (28/8/2020).
Sabotase yang dimaksud adalah pola konsumsi buah namun disertai pola makan tak sehat. Seperti gula berlebih, lemak, garam, makanan berminyak dan merokok. Bahkan pengaruh buah akan sia-sia bila masyarakat tetap ogah menerapkan protokol kesehatan.
“Kembali ke gizi seimbang, biasakan memilih, meracik dan mengolak makanan sehari-hari sendiri, sehingga kita punya kontrol apa yang masuk ke tubuh."
Peningkatan Ekspor
Naiknya tren konsumsi buah tidak hanya terjadi di dalam negeri. Covid-19 turut meningkatkan permintaan pengiriman buah asal Indonesia ke luar negeri. Ekspor buah pada semester I/2020 menunjukan kenaikan signifikan dibandingkan tahun lalu.
Catatan Kementerian Perdagangan menunjukkan ekspor produk buah dan kacang-kacangan, kulit buah, jeruk atau melon meningkat dari US$263,4 juta pada Semester I/2019 menjadi US$325,2 juta pada semester I/2020 atau naik 23,46 persen.
Meski masih di tengah pandemi, pemerintah tidak menutup potensi ekspor buah-buahan. Teranyar, Indonesia mengekspor buah, sayur serta pangan ke Uni Emirat Arab senilai US$75.000.
Pekerja memilih buah mangga di desa Kebulen, Jatibarang, Indramayu, Jawa Barat, Selsa (11/7). - ANTARA/Dedhez Anggara
“Masa pandemi Covid-19 tidak menutup peluang ekspor produk Indonesia ke UEA. Beberapa eksportir tanah air berhasil menangkap peluang ini,” kata Menteri Perdagangan Agus Suparmanto.
Kemendag juga membangun business matching virtual dengan China untuk menjajaki kesepakatan dagang untuk mengekspor buah naga awal bulan ini. Negara itu menjadi salah satu pangsa pasar buah naga asal Indonesia.
Dari data kementerian tersebut permintaan buah naga dari luar negeri tumbuh 12,9 persen dalam lima tahun terakhir dari US$145.000 pada 2015 menjadi US$208.000 pada 2019.