Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) segera meminta daerah membuat peraturan guna memfasilitasi perpajakan dan bea balik nama kendaraan listrik.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengatakan hal ini sebagai langkah mendukung ekosistem investasi kendaraan berbasis listrik.
Pekan ini Mendagri akan mengeluarkan surat edaran untuk meminta 31 provinsi tersebut agar mengeluarkan Perda atau Perkada yang intinya dalam hal pajak kendaraan bermotor berbasis listrik tidak boleh melebihi batas yang ditetapkan dan harus segera dikeluarkan.
Tito mengungkapkan hal itu saat berbicara dalam rapat koordinasi terkait “Pengembangan Ekosistem Investasi Mobil Listrik” di Ruang Rapat Mendagri Gedung A Lt. 2 Kemendagri, di Jakarta, Selasa (25/8/2020) melalui video conference.
Kementerian Dalam Negeri telah merilis Permendagri Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang telah mengatur pasal-pasal terkait pajak dan biaya kendaraan listrik.
"Di situ daerah mengatur masing-masing mengenai besaran dari pajak dan retribusi balik nama maupun pajak kendaraan bermotor, tetapi dengan adanya Permendagri Nomor 8 Tahun 2020 yang diterbitkan pada 20 Januari 2020 ini sebetulnya untuk mendukung program kendaraan bermotor yang berbasis listrik," ujar Tito seperti dikutip dari siaran pers.
Dalam Permendagri tersebut, kata Mendagri, ada dua pasal yang sudah dimasukkan, yaitu untuk pajak kendaraan bermotor yang berbasis listrik dan untuk orang atau barang ditetapkan paling tinggi sebesar 30 persen dari dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor yang diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009.
Adapun pasal tentang pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) untuk kendaraan bermotor berbasis listrik atau baterai untuk orang dan barang juga dikenai 30 persen dari BBNKB sesuai UU Nomor 28 Tahun 2009.
"Kemudian Pasal 11-nya untuk yang berkaitan dengan angkutan umum yang berbasis listrik ini paling tinggi mereka boleh mengambil pajak retribusi 20 persen dari pajak kendaraan bermotor biasa. Kemudian untuk angkutan umum untuk orang barang sama untuk BBNKB-nya juga boleh diambil 20 persen dari BBNKB biasa," ujarnya.
Sedangkan untuk angkutan umum barang, kata Tito, maksimal 25 persen dari yang pengenaan pajak biasa. Sementara, untuk angkutan umum barang, BBNKB-nya juga sama yakni maksimal 25 persen.
"Jadi kami mengatur mengenai batas tertinggi yang boleh diambil oleh daerah, 30 persen, 30 persen, 20 persen dan 25 persen. Dari sejak Januari sudah ada 3 provinsi yang sudah membuat aturan yaitu menerjemahkan kembali sesuai aturan UU Nomor 28 Tahun 2009. Itu untuk DKI 0 persen pak. Pergubnya sudah keluar. Jabar 10 persen untuk mobil dan 2,5 persen motor. Bali 10 persen. Jadi ini semua jauh di bawah dari Permendagri," katanya.
Menko Maritim dan Investasi telah meminta dirinya untuk menindaklanjuti Permendagri Nomor 8 Tahun 2020 yang mengatur perhitungan dasar pengenaan bea balik nama kendaraan bermotor. Permendagri ini didasarkan pada UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.