Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Arlyana Abubakar

Direktur Bank Indonesia Institute Bank Indonesia

Arlyana Abubakar adalah Direktur Bank Indonesia Institute Bank Indonesia

Lihat artikel saya lainnya

Perguruan Tinggi Menjawab Tantangan Pandemi Covid-19

Bagi perguruan tinggi terlibat mengatasi persoalan masyarakat bukan berarti mengingkari jati dirinya sebagai lembaga riset dan pendidikan. Justru keterlibatan itu mesti ditempatkan dalam konteks riset dan pendidikan.
Kemendikbud Beri Kelonggaran Bayar Kuliah Bagi Mahasiswa
Kemendikbud Beri Kelonggaran Bayar Kuliah Bagi Mahasiswa

Tahun akademik baru bagi perguruan tinggi di Indonesia datang ketika Pandemi Covid-19 belum selesai, tetapi sudah menunjukkan dampak buruknya terhadap masyarakat, termasuk ekonomi dan pembelajaran itu sendiri.

Data terbaru Badan Pusat Statistik menunjukkan ekonomi triwulan 2 terkontraksi hingga 5,32% (Y-on-Y). Pemerintah memperkirakan jumlah penduduk miskin akan bertambah 3 juta sampai 4,7 juta dan pengangguran akan bertambah 4 juta sampai 5,23 juta.

Singkatnya, tahun akademik 2020/21 dimulai ketika negara sedang menghadapi persoalan yang serius.

Namun, persoalan itu bisa dirumuskan secara lebih optimistis sekaligus lebih relevan, yakni apakah peran yang bisa diambil oleh perguruan tinggi dalam upaya keluar dari krisis ini.

Bisa jadi ada yang berpikir tantangan salah alamat, dengan dalih bukan tugas perguruan tinggi untuk terlibat dalam masalah riil masyarakat. Namun, kecenderungan dunia sudah berubah. Pangkalnya adalah kesadaran bahwa setiap masalah selalu bersifat multidimensional, sehingga juga harus diselesaikan bersama oleh sebanyak mungkin pihak.

Sekitar 10 tahun terakhir muncul dorongan kerjasama tiga pihak: pemerintah, swasta, dan akademisi yang dikenal dengan konsep triple helix, yang kemudian disusul dengan konsep quadruple helix dengan memasukkan faktor masyarakat madani, dan konsep penta-helix dengan faktor baru, media. Ada kesamaan antara ketiga konsep ini, yakni harapan besar pada keterlibatan dunia akademi.

Konsep pelibatan dunia akademi ini sudah menjadi tren global, sebagaimana terlihat dalam berbagai forum, untuk kerja sama yang tak hanya diskursus, melainkan juga di tataran praktis. Contoh yang terkenal terjadi di kota Detroit, yang bangkrut pada 2013.

Tetapi saat ini Detroit sudah kembali hidup. Perekonomian kota sudah kembali menggeliat sejak 2016 berkat kerja tiga kelompok. Kota itu memiliki sebuah forum triple helix, Mackinac Policy Conference, yang sudah berlangsung sejak sebelum krisis.

Ketika krisis terjadi, forum ini langsung terlibat dalam upaya mencari solusi atas kebangkrutan kota. Salah satu pihak penting dalam forum itu adalah dunia akademi, yang tergabung dalam konsorsium University Research Corridor (URC), yang terdiri dari Wayne State University, the University of Michigan and Michigan State University.

Kini, ketika pandemi Covid-19 merebak, forum ini melahirkan langkah proaktif baru, memproduksi ventilator bagi penderita pneumonia akibat Covid-19. Gagasan dan teknologi banyak datang dari universitas, sementara pabrikasi dilakukan jaringan tiga brand otomotif di kota itu.

Riset dan pendidikan

Bagi perguruan tinggi terlibat mengatasi persoalan masyarakat bukan berarti mengingkari jati dirinya sebagai lembaga riset dan pendidikan. Justru keterlibatan itu mesti ditempatkan dalam konteks riset dan pendidikan.

Riset harus diarahkan pada persoalan riil di sekitar, dan tidak terjebak pada topik-topik yang fancy tetapi tidak berakar, tidak nyambung dengan persoalan di tempat dia berpijak.

Konsep universitas yang kontekstual kini banyak dimaknai sebagai entrepreneurial university, atau universitas yang berorientasi pada kewirausahaan. Konsep ini dinilai mendesak hingga Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menetapkan kriteria untuk itu.

Dari tujuh kriteria yang ditetapkan OECD, kami memberikan tekanan pada empat hal. Pertama perlunya tradisi mengukur dampak keberadaan universitas bagi masyarakat. Idealnya ada satu sistem pengukuran bersama sehingga tiap universitas bisa menakar dampaknya dalam perbandingan dengan universitas-universitas lain.

Kedua, universitas perlu mengembangkan cara berpikir kewirausahaan dalam diri seluruh lingkungan akademik maupun dalam isi pembelajaran.

Ketiga, universitas perlu mengembangkan jalur calon usahawan, bukan hanya jalur calon pekerja. Universitas Stanford, Harvard, Universitas California, dan MIT sangat bangga dengan statusnya sebagai penghasil start-ups. .

Keempat, universitas perlu menggalang kerja sama dengan industri, UKM, dan masyarakat madani untuk berbagai kepentingan. Pada kesempatan tertentu universitas bisa memberi sumbangan riset dan pengetahuan, dan kesempatan lain bisa menimba berbagai ilmu dan pengalaman praktis dari mitranya.

Bisa jadi ada kampus yang sudah masuk ke sana. Namun, saat ini yang diperlukan adalah gerakan yang lebih sistematis dan terstruktur. Dalam cara berpikir ini, inisiatif dari bawah (kampus) bukan hanya dimungkinkan tetapi juga diharapkan. Agar berlanjut dan menjadi sebuah sistem, akan lebih baik jika membangun entrepreneurial di perguruan tinggi juga dimotori oleh otoritas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Arlyana Abubakar
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper