Bisnis.com, JAKARTA - Bank-bank China yang berbasis di Hong Kong mulai mengambil langkah tentatif untuk mematuhi sanksi Amerika Serikat yang dijatuhkan pada pejabat di kota itu.
Perbankan yang dikelola pemerintah China itu berusaha melindungi akses ke pendanaan dolar yang penting dan jaringan luar negeri.
Dilansir Bloomberg, Kamis (13/8/2020), menurut sumber yang dekat dengan masalah ini, pemberi pinjaman besar yang beroperasi di AS termasuk Bank of China Ltd., China Construction Bank Corp., dan China Merchants Bank Co. telah berhati-hati dalam membuka rekening baru untuk 11 pejabat yang terkena sanksi, termasuk Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam. Setidaknya satu bank telah menangguhkan aktivitas tersebut.
Pemberi pinjaman asing seperti Citigroup Inc. telah lebih dulu mengambil langkah-langkah untuk menangguhkan akun atau meningkatkan pengawasan klien Hong Kong.
Langkah-langkah tersebut menggarisbawahi kemampuan AS untuk menggunakan dominasi dolar dalam transaksi internasional sebagai titik tekanan dalam ketegangan yang semakin meningkat dengan China.
Pemberi pinjaman China perlu mempertahankan akses ke pasar keuangan global, terutama pada saat Beijing bergantung pada operasinya untuk menopang ekonomi dari dampak virus corona.
Baca Juga
Menurut Bloomberg Intelligence, empat bank terbesar di China memiliki pendanaan US$1,1 triliun dolar pada akhir 2019.
Yu Yongding, mantan penasihat bank sentral negara, mengatakan China menghadapi serangkaian ancaman dari potensi perang keuangan dengan AS, termasuk sanksi terhadap bank, uang tebusan, pembekuan aset China di luar negeri, dan dorongan untuk pelarian modal.
AS memberi sanksi kepada Bank of Kunlun Co. pada 2012 atas pembiayaan minyaknya yang berurusan dengan Iran, memotong pemberi pinjaman kecil China dari sistem pembayaran dolar AS dan mencekik bisnis lintas batasnya.
Presiden AS Donald Trump pekan lalu memberi sanksi kepada pejabat China dan Hong Kong termasuk Lam, Xia Baolong, Direktur Kantor Urusan Hong Kong dan Makau dan Chris Tang, Komisaris Polisi Hong Kong.
Kesebelas pejabat diberi sanksi atas peran mereka dalam menerapkan undang-undang keamanan di Hong Kong. Sanksi tersebut melarang bank melakukan bisnis dengan individu dalam daftar. Jika tidak, lembaga keuangan harus menanggung risiko hukuman yang akan mengancam akses mereka ke sistem keuangan AS.
Sementara itu, China membalas dengan memberi sanksi kepada 11 orang termasuk senator AS Marco Rubio dan Ted Cruz, tetapi tidak memasukkan pejabat senior pemerintah AS ke dalam daftarnya. Diplomat utamanya, Yang Jiechi, mengatakan pintu untuk pembicaraan dengan AS tetap terbuka.
"Posisi China terhadap sanksi AS jelas dan konsisten. Sanksi AS tidak rasional dan tidak berdasar. Mereka dengan suara bulat ditentang dan dikutuk oleh semua orang China, termasuk penduduk kami di Hong Kong," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Zhao Lijian.
Bank of China memiliki eksposur terbesar terhadap dolar AS di antara rekan-rekan lokalnya, diikuti oleh Industrial & Commercial Bank of China Ltd. Kedua bank tersebut telah berekspansi secara global selama dekade terakhir dengan menambah cabang, melakukan akuisisi, dan memberikan pinjaman untuk mendanai segala hal mulai dari pembangkit listrik lokal hingga jalan tol.
Sementara itu, bank lokal di Hong Kong juga prihatin karena semua memiliki beberapa transaksi AS seperti pertukaran mata uang asing dan penyelesaian.
Otoritas Moneter Hong Kong, berusaha meredakan kekhawatiran dengan mengatakan pemberi pinjaman di kota tidak berkewajiban untuk mengikuti sanksi AS berdasarkan hukum setempat.
Otoritas itu mendesak bank untuk memperlakukan pelanggan secara adil dalam menilai apakah akan terus memberikan layanan.
"Bank yang memiliki operasi AS atau melakukan bisnis dolar mungkin masih perlu mempertimbangkan kewajiban kepatuhan AS mereka," kata Katherine Lei, analis JPMorgan Chase & Co. yang berbasis di Hong Kong.