Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mendesak anggota Dewan Keamanan (DK) PBB agar berpartisipasi aktif dalam menciptakan bina damai khususnya di negara konflik di tengah krisis Covid-19 yang melanda dunia.
Hal ini disampaikan dalam Debat Terbuka Virtual Dewan Keamanan (DK) PBB mengenai Pandemi dan Tantangan Bina Damai yang diselenggarakan pada Rabu (12/8/2020) malam.
Bina damai atau sustaining peace merupakan upaya komprehensif untuk menghindari pecahnya konflik, eskalasi konflik, atau terulangnya konflik. Hal ini juga mencakup upaya pemenuhan SDGs.
Pertemuan tersebut dipimpin langsung oleh Menlu Retno selaku Presiden DK PBB pada Agustus 2020 dan dihadiri oleh seluruh negara anggota DK PBB.
Dalam pernyataan nasionalnya, Menlu Retno menggaris bawahi tiga poin utama untuk merespons tantangan global yang semakin meningkat dalam usaha menjaga perdamaian dunia pada situasi pandemi.
Pertama, aspek bina damai perlu menjadi bagian dalam upaya penanggulangan pandemi secara komprehensif. Selanjutnya, perlunya memastikan partisipasi inklusif para pemangku kepentingan lokal dalam upaya bina damai.
Prioritas lainnya juga menciptakan lingkungan internasional yang kondusif untuk mendukung upaya bina damai di masa pandemi.
Kedua, Menlu Retno menegaskan bahwa upaya bina damai membutuhkan sinergi antara badan kerja dalam sistem PBB.
"Dalam hal ini, PBB harus mengintegrasikan pendekatan yang sensitif terhadap konflik dalam upaya penanganan pandemi," kata Menlu.
Gencatan konflik dan jeda kemanusiaan akan memberi akses tersalurkannya bantuan dan perawatan Covid-19 dengan tepat waktu kepada warga sipil di daerah konflik.
Ketiga, optimalisasi penggunaan sumber daya yang terbatas untuk upaya bina damai. Hal ini karena mayoritas negara terdampak konflik tersebut dihadapkan pada pilihan yang sulit antara pengeluaran untuk infrastruktur kesehatan dan pembangunan perdamaian.
Dalam konteks ini, Indonesia menggaris bawahi laporan terbaru Sekjen PBB mengenai Pembangunan dan Pertahanan Perdamaian yang mencatat adanya penurunan porsi bantuan luar negeri untuk pembangunan perdamaian di negara-negara yang terdampak konflik.
Pendanaan inovatif seperti Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular serta institusi filantropis menjadi penting dalam menghadapi situasi ini.
Di tengah meningkatnya ketidakpastian yang disebabkan oleh pandemi, upaya bina damai dan upaya perdamaian berkelanjutan menjadi semakin sulit untuk dilakukan.
Kendati demikian, dia optimistis situasi krisis ini dapat membuka jalan bagi perdamaian.
“Pandemi telah meningkatkan kerentanan negara-negara terdampak konflik. Beberapa negara bahkan terancam jatuh kembali ke jurang krisis,” ujarnya.
Pertemuan menghadirkan sejumlah tamu, di antaranya Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, Mantan Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-Moon, dan Direktur Center on International Cooperation New York University, Sarah Cliffe.
Debat terbuka ini merupakan terobosan baru Indonesia untuk memulai pembahasan isu bina damai di masa pandemi yang diapresiasi oleh negara anggota DK PBB.
Pertemuan dihadiri oleh beberapa pejabat tinggi negara anggota DK PBB, di antaranya Menlu Vietnam, Estonia, Afrika Selatan, serta Minister of State Jerman.