Bisnis.com, JAKARTA - Ekspor beras Thailand diperkirakan turun terendah dalam dua dekade didorong kekeringan dan penguatan mata uang baht.
Asosiasi Eksportir Beras Thailand memangkas target ekspornya tahun ini sebesar 13 persen menjadi 6,5 juta metrik ton, dari perkiraan sebelumnya sebesar 7,5 juta ton. Asosiasi memperkirakan, volume ekspor beras Thailand tahun ini terendah sejak 2000.
Hal itu menyebabkan Thailand kehilangan status sebagai pengekspor beras nomor dua di dunia setelah Vietnam. Kekeringan di seluruh lahan pertanian Thailand telah memangkas produksi, sehingga mendorong harga yang lebih tinggi. Baht yang kuat juga membuat beras Thailand lebih mahal daripada di negara-negara pengekspor lainnya seperti India dan Vietnam.
"Ini akan sulit selama enam bulan ke depan, tetapi ekspor bisa lebih baik jika mata uang dapat melemah lebih banyak," kata Charoen Laothamatas, presiden asosiasi, dilansir Bloomberg, Rabu (22/7/2020).
Di semester pertama tahun ini, Thailand menempati peringkat ketiga eksportir beras terbesar di dunia setelah India dan Vietnam. Adapun Afrika yang menerima 55 persen ekspor beras Thailand pada 2019, kini mencari sumber yang lebih murah dari pemasok lain.
Vietnam juga diuntungkan oleh meningkatnya pesanan dari Filipina yang lebih menyukai beras jenis lunak. Sedangkan Thailand masih belum cukup banyak memproduksi beras jenis itu untuk diekspor.
Baca Juga
Patokan harga beras Thailand pada April mencapai yang tertinggi sejak 2013 karena kekeringan memangkas produksi dan beberapa importir melakukan penimbunan di tengah pandemi virus Corona. Menurut asosiasi, harga rata-rata sebesar US$673 per ton dalam lima bulan hingga Mei. Angka itu lebih tinggi 12 persen dari para pesaingnya.
Meskipun penurunan mata uang Thailand sekitar 4,9 persen tahun ini tidak lebih dari pelemahan rupee India 4,5 persen, nilai tukar baht masih mencerminkan fakta bahwa negara itu adalah pemain Asia yang berkinerja terbaik terhadap dolar pada 2019. Tahun lalu ekspor beras Thailand sebesar 7,6 juta ton merupakan yang terendah dalam enam tahun.
"Nilai tukar 32,5 baht hingga 33 baht per dolar AS akan membuat segalanya lebih baik," kata Charoen.
Industri beras sangat penting bagi Thailand karena banyaknya orang yang bergantung untuk mata pencaharian. Industri ini mendukung hampir sepertiga populasi negara itu yang berjumlah 69 juta.
Kekeringan yang sedang berlangsung menambah tekanan pada ekonomi yang dipimpin oleh ekspor dan pariwisata yang menghadapi kontraksi terdalam dalam lebih dari dua dekade. Bank sentral memperkirakan produk domestik bruto menyusut sebanyak 8,1 persen tahun ini.