Bisnis.com, JAKARTA - Niat Komisi III DPR menggelar Rapat Dengar Pendapatan (Gabungan) Kapolri, Kejagung, Kemenkunham terganjal di restu Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
Izin resmi RDP Gabungan untuk kasus Joko Tjandra itu secara resmi diserahkan Ketua Komisi III DPR Herman Herry kepada Ketua DPR Puan Maharani pada Rabu (15/7/2020).
Herman mengklaim Puan Maharani menyetujui rencana RDP Gabungan itu dan mendisposisikan penandantanganan izin RDP kepada wakil ketua seusai bidang, dalam hal ini Azis Syamsuddin selaki Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Korpolkam).
"Informasi terakhir dari sekretariat, surat tersebut tidak ditandatangani oleh Wakil Pimpinan DPR bidang Korpolkam disebabkan ada Putusan Bamus yang melarang RDP Pengawasan oleh Komisi pada masa reses," kata Herman dalam keterangan resminya Rabu (15/7/2020).
Namun, Azis Syamsuddin membantah jika dirinya menolak untuk menandatangani usulan RPD itu seperti yang dituduhkan Herman Herry.
Kantor berita Antara melaporkan bahwa Azis mengatakan dirinya tidak ingin melanggar Tata Tertib DPR dan keputusan Badan Musyawarah DPR RI, karena itu tudingan Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry tidak benar dirinya menolak Komisi III melakukan pengawasan kasus Djoko Tjandra tidak benar.
"Tentunya saya tidak ingin melanggar tatib dan hanya ingin menjalankan Tata Tertib DPR dan Putusan Bamus, yang melarang RDP Pengawasan oleh Komisi pada masa reses, yang tertuang dalam Pasal 1 angka 13 yang menerangkan bahwa masa reses adalah masa DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama di luar gedung DPR untuk melaksanakan kunjungan kerja," Kata Azis Syamsuddin dalam keterangan tertulis, Sabtu (18/7/2020), seperti dilaporkan Antara.
Azis Syamsuddin menegaskan dirinya selalu mendukung kinerja teman-teman komisi. Namun, yang terpenting sesuai dengan aturan dan mekanisme di Tata Tertib dan Bamus. Hal itulah yang menjadi pijakan dirinya dalam menjalankan tugas sebagai bagian dari Pimpinan DPR.
"Di Bamus sudah ada perwakilan masing-masing Fraksi, sehingga informasi kesepakatan dan keputusan yang terjadi bisa di koordinasikan di Fraksi masing-masing. Hal ini penting agar komunikasi dan etika terjalin dengan baik," ujarnya.
Azis Syamsuddin menegaskan bahwa yang lebih penting dalam menanggapi perkembangan kasus Djoko Tjandra adalah kasus tersebut harus diusut sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
"Oknum-oknum yang terlibat dalam hal tersebut harus ditindak tegas. DPR RI dalam hal ini, tentu harus melaksanakan pengawasan dan koordinasi terhadap Aparat Penegak Hukum sesuai dengan tugasnya," ujar Azis.
Puan Setuju
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry mengatakan surat izin untuk menggelar rapat dengar pendapat (RDP) pengawasan terhadap mitra kerja itu telah dikirim ke pimpinan DPR sejak Rabu (15/7).
Namun, hingga saat ini, surat tersebut tidak ditandatangani oleh Azis Syamsuddin sebagai Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Korpolkam).
"Tentunya kami menganggap kasus ini bersifat super urgen sehingga berdasarkan mekanisme Tatib DPR, kami harus meminta izin kepada pimpinan DPR," kata Herman dalam rilis yang diterima di Jakarta, Jumat (17/7).
Sementara, menurut Herman, Ketua DPR RI Puan Maharani sesungguhnya telah mengizinkan dan menyetujui rencana RDP yang rencananya digelar Selasa (21/7).
"Sebagai informasi, Ketua DPR telah mengizinkan dan menyetujui rencana RDP tersebut pada masa reses hari Selasa depan. Maka dari itu, Ketua DPR mendisposisi izin tersebut kepada Wakil Pimpinan DPR bidang Korpolkam,” kata Herman.
Karena Komisi III DPR RI belum mendapat kepastian soal rencana rapat gabungan dengan aparat penegak hukum, yakni Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim), Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum), dan Direktur Jenderal Imigrasi terkait kasus buronan Joko Tjandra.
Sebab, surat izin rapat gabungan itu masih tertahan di meja Wakil Ketua DPR bidang Korpolkam, Azis Syamsuddin.
"Informasi terakhir dari sekretariat, surat tersebut tidak ditandatangani oleh Wakil Pimpinan DPR bidang Korpolkam disebabkan ada Putusan Bamus yang melarang RDP Pengawasan oleh Komisi pada masa reses. Sampai saat ini saya juga masih menunggu untuk melihat salinan Putusan Bamus tersebut," kata Herman.
Untuk diketahui, berdasarkan Pasal 310 Tatib DPR, segala surat keluar/surat undangan rapat harus ditanda tangani oleh salah seorang pimpinan DPR atau Sekjen DPR atas nama pimpinan DPR.
“Jadi pimpinan DPR membagi tanda tangan sesuai dengan bidang kerja masing-masing," terang Herman.