India
Pada 12 Mei, Perdana Menteri India Narendra Modi mengumumkan paket anggaran sebesar US$265 miliar untuk penanganan Covid-19. Menurut Financial Express, alokasi stimulus mendekati 10 persen PDB India. Rasio PDB itu hanya kalah dari Jepang, Amerika Serikat, Australia, dan Jerman.
Anggaran bakal mengucur ke sektor kesehatan, pendidikan, bisnis UKM, hingga perusahaan sektor layanan publik. Terhadap perusahaan UKM yang berada dalam krisis, pinjaman akan dialirkan agar likuiditas mereka terjaga.
Kritik atas paket stimulus penanganan Covid-19 mengalir dari sejumlah analis ekonomi. Baik dari segi peruntukan, terlebih dari sumber pembiayaannya.
Dikutip dari Financial Express, pemerintah India berencana menambah utang hingga US$159 miliar. Alhasil, defisit fiskal membengkak hingga 5,5 persen-6,0 persen PDB dari proyeksi awal 3,5 persen.
Tantangan terberat India akibat karantina wilayah adalah naiknya pengangguran. Pada Maret, ketika penguncian belum dilakukan, tingkat pengangguran di India mencapai 8,8 persen. Selang 2 bulan kemudian, angkanya diperkirakan membengkak menjadi 24 persen.
Menurut Centre for Monitoring Indian Economy (CMIE), sebanyak 122 juta orang tak bekerja pada April. Namun, seiring dengan pembukaan pelan-pelan kegiatan ekonomi, terdapat tambahan 20 juta pekerjaan pada Mei.
“Jika 20 juta pekerjaan telah dipulihkan, kita membuat kemajuan signifikan. Tapi tantangan tersisa adalah lima kali lebih banyak di angka 102 juta pekerjaan,” tulis laporan CMIE yang dikutip situs The Economic Times pada bulan lalu.
Bank Dunia memproyeksikan ekonomi India merosot 3,2 persen pada 2020. Penurunan itu, bila terjadi, adalah yang terburuk sejak 1979.