Bisnis.com, JAKARTA – Kemampuan AirAsia Grup Bhd untuk melanjutkan bisnisnya semakin diragukan di tengah lilitan utang dan dampak virus corona.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ernst & Young dalam pernyataan di bursa saham Malaysia, Rabu (8/7/2020). Dalam paparannya, badan audit independen tersebut menungkapkan ada ‘keraguan yang sangat besar’ terhadap prospek bisnis AirAsia.
Tercatat, liabilitas maskapai telah melampaui aset lancarnya sebesar 1,84 miliar ringgit (US$430 juta) pada akhir 2019.
Kinerja keuangan dan arus kas maskapai kini semakin terpukul oleh sejumlah pembatasan yang diberlakukan banyak negara untuk mencegah penyebaran virus corona.
“Penurunan perjalanan udara dan tekanan kinerja keuangan operator menunjukkan adanya ketidakpastian material yang dapat menimbulkan keraguan signifikan pada kemampuan Grup dan Perusahaan untuk melanjutkan kelangsungannya," ungkap Ernst & Young, seperti dikutip Bloomberg.
Pandemi Covid-19 telah menjerumuskan industri penerbangan secara global ke dalam krisis karena kontrol perbatasan dan masalah kesehatan yang menggerus permintaan perjalanan udara. AirAsia pada Senin (6/7) melaporkan kerugian sebesar 803,8 juta ringgit pada kuartal II/2020
Baca Juga
"Ini merupakan tantangan terbesar yang kami hadapi sejak kami mulai berbisnis pada tahun 2001," kata Chief Executive Officer AirAsia Tony Fernandes dalam sebuah pernyataan, Senin (6/7).
Dia mengatakan maskapai kini tengah melakukan pembicaraan untuk usaha patungan dan kolaborasi yang dapat menghasilkan investasi tambahan. Selain itu, AirAsia juga telah mengajukan pinjaman bank dan mempertimbangkan proposal untuk peningkatan modal.
Bulan lalu, konglomerasi asal Korea Selatan, SK Group, mengatakan sedang meninjau proposal untuk membeli saham di maskapai tersebut. Pada bulan Mei, AirAsia mengirim memo ke bank-bank Malaysia untuk mengajukan pinjaman senilai 1 miliar ringgit.
"Tidak ada banyak pilihan, dan yang terbaik bisa adalah bantuan dari pemerintah dengan penawaran hak oleh perusahaan sebagai gantinya," ungkap Tony.
Saham AirAsia sempat disuspensi pada awal perdagangan hari ini. Setelah dibuka kembali pada pukul 14.40 waktu Kuala Lumpur, saham langsung amblas hingga 18 persen.
Meskipun pesimis, Ernst & Young masih menaruh harapan pada tanda-tanda pemulihan dengan pencabutan pembatasan secara bertahap terhadap perjalanan antarnegara dan kegiatan pariwisata domestik di negara-negara tempat AirAsia dan unit usahanya beroperasi.
“Pemulihan maskapai tergantung pada kebijakan pemerintah mengenai perjalanan, diskusi dengan lembaga keuangan, dan investor serta kemampuannya untuk mengatasi masalah liabilitas,” unkap Ernst & Young.