Bisnis.com, JAKARTA - Anggaran Penyelenggaraan Pilkada 2020 serentak disepakati dapat terpenuhi melalui APBN dengan memperhatikan kemampuan APBD di daerah masing-masing.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terdapat 129 daerah yang melaporkan terkait kesiapan anggaran Pilkada 2020. Dari jumlah tersebut, sebanyak 72 daerah ternyata memiliki ruang fiskal yang sulit.
Manager Program Perkumpulan untuk Pemilu (Perludem) Fadli Ramadhanil mengatakan meskipun tahapan itu dapat dianggarkan melalui APBN, tetapi dalam prosesnya tidak serta merta bisa terealisasi sesuai rencana.
"Dianggarkan di APBN pun harus melalu mekanisme APBN-P kan, itu saja biasanya baru dilakukan pada Agustus, sementara tahapan Pilkada harus dilakukan pada Juni apabila akan diselenggarakan di Desember 2020. Jadi, ini tidak bisa dipaksakan," katanya kepada Bisnis, Selasa (9/6/2020).
Dia menjelaskan Kemendagri memang kemudian bisa meminta setiap daerah untuk mencari alokasi tambahan anggaran sebagai konsekuensi realokasi anggaran di tengah pandemi Covid-19. Namun, menurutnya hal tersebut sulit dilakukan.
"Prosesnya ribet, kita semua tahu bagaimana mekanisme pengajuan anggaran pilkada di setiap daerah prosesnya lama. Ini problem fiskal semua kabupaten/kota untuk Covid-19, "katanya.
Bila Pilkada 2020 tetap dilaksanakan pada Desember 2020, Fadli menilai pemerintah terlalu percaya diri. Untuk itu, Perludem tetap mengusulkan untuk melakukan penundaan.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu (Perludem) Titi Anggraini menambahkan, berdasarkan rapat Komisi II DPR sebelumnya, sudah menggambarkan secara terbuka bahwa anggaran tambahan untuk pengadaan alat kesehatan bagi penyelenggara pemilu masih akan kembali dibicarakan dengan menteri keuangan.
Dalam rapat antara Komisi II DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu itu terungkap bahwa anggaran biaya pelaksanaan Pilkada 2020, ditambah dengan protokol kesehatan di tengah pandemi virus corona belum tersedia. Pada kesempatan itu juga, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga mengajukan usulan tambahan anggaran sebesar Rp5 triliun (pagu atas).
Dia mempertanyakan bagaimana mungkin anggaran pengadaan alat protokol kesehatan dan biaya tambahan untuk penyelenggaraan pilkada sebagai konsekuensi dari penambahan TPS masih belum dapat dipastikan. Padahal, tahapannya akan dimulai pada 15 Juni 2020.
Selain itu, dia juga menyangsikan kecukupan waktu untuk mengadakan alat protokol kesehatan dan pelindung diri dalam jumlah banyak. Di sisi lain, tahapan pilkada tidak mungkin dilaksanakan tanpa alat pelindung diri bagi penyelenggara pemilu.
Selain itu, usulan yang disampaikan oleh Komisi II DPR, bahwa alat pelindung diri bagi penyelenggara pemilu langsung diberikan dalam bentuk barang, juga dinilai sulit terwjud.
"Pertanyaannya, apakah sudah tersedia alat pelindung diri dalam bentuk barang langsung yang akan diserahkan ke penyelenggara tersebut?" lanjutnya.
Oleh karena itu, Perludem mendesak agar KPU memutuskan kembali untuk menunda Pilkada 2020 dengan persetujuan DPR dan Pemerintah. "Kondisi pandemi yang belum juga mereda, serta persiapan kelanjutan pilkada ditengah pandemi yang masih jauh dari matang, hanya akan menimbulkan masalah besar di kemudian hari," katanya.