Bisnis.com, JAKARTA – Inggris terus maju dengan rencana melakukan karantina dua pekan untuk kedatangan internasional yang rencananya akan berjalan efektif per hari ini, Senin (8/6/2020).
Namun, langkah ini ditentang oleh maskapai penerbangan karena dianggap dapat menekan sektor pariwisata lebih dalam.
British Airways dan maskapai lain mengatakan kebijjakan ini akan membuat maskapai kehilangan kesempatan meraih pendapatan di musim liburan musim panas dan pulih dari kemerosotan yang disebabkan oleh virus Corona.
British Airways bersama dengan EasyJet Plc dan Ryanair Holdings Plc mengancam akan menuntut pemerintah atas kebijakan yang mulai berlaku Senin tersebut. Mereka mengatakan pembatasan tidak akan efektif dalam membatasi Covid-19 dan mengancam akan menghancurkan ribuan lapangan kerja.
Perusahaan penerbangan khawatir langkah itu akan membuat pelanggan yang khawatir mengalami karantina saat tiba di Inggris jadi menunda pemesanan tiket, ketika operator menambah kapasitas.
Direktur JLS Consulting John Strickland mengatakan ketidakpastian aturan ini membuat orang-orang yang akan berpikir untuk pergi berlibur pada bulan Juli atau Agustus menunda rencana mereka karena tidak ada yang tahu berapa lama aturan tersebut akan diterapkan.
"Dikarantina di selama dua minggu setelah liburan adalah sesuatu yang tidak bisa diterima oleh banyak orang," ungkapnya, seperti dikutip Bloomberg.
Dengan tren infeksi virus menurun di sebagian besar negara-negara Eropa, pemerintah telah mengurangi pembatasan perjalanan. Sejumlah negara seperti Yunani, Spanyol dan Portugal juga membuka wilayah pantai.
Maskapai mencoba menyelamatkan pendapatan musim panas ketika puluhan juta orang umumnya bepergian. Inggris adalah salah satu dari 10 destinasi wisata teratas di dunia dan menarik lebih dari 35 juta pengunjung dan meraup US$50 miliar tahun lalu.
Bakar Uang
Karantina itu akan mengacaukan rencana British Airways untuk kembali membuka sekitar 40 persen kapasitas penerbangan terjadwal pada Juli dan memaksa untuk terus menghabiskan 20 juta pound (US$25 juta) sehari.
Sementara itu, EasyJet berencana untuk melanjutkan kembali beberapa jadwal penerbangan mulai 15 Juni, sedangkan Ryanair berencana untuk memulai kembali penerbangan pada 1 Juli.
Dalam surat pendahuluan tuntutan hukum ke Kementerian Dalam Negeri Inggris, Home Office, induk dari British Airways, IAG SA, menulis bahwa karantina tersebut lebih ketat daripada yang diterapkan pada orang yang terinfeksi Covid-19, dan pengecualian untuk orang yang tinggal di Irlandia dan pekerja yang bepergian dari Prancis dan Jerman akan membuatnya tidak efektif. Ryanair dan EasyJet ikut menandatangani surat itu.
Kementerian menolak untuk mengomentari rencana tindakan hukum tersebut. Pekan lalu, juru bicara Perdana Menteri Boris Johnson James Slack mengatakan kepada wartawan bahwa pemerintah ingin bekerja sama dengan industri penerbangan ketika Inggris melewati pandemi.
Pemerintah membela kebijakan tersebut dengan mengatakan itu adalah bagian penting dari strategi untuk menghindari gelombang infeksi kedua yang dapat menekan sistem perawatan kesehatan dan semakin menghancurkan perekonomian.
Inggris telah mencatat 40.542 kematian atau 10 persen dari total kematian global, meskipun jumlah kasus dan kematian secara bertahap menurun dengan 77 kematian dilaporkan pada hari Minggu.