Bisnis.com, JAKARTA – Sekelompok karyawan gudang Amazon.com Inc. menggugat raksasa ritel online tersebut karena kondisi kerja yang berisiko menularkan virus Corona dan membawa ke anggota keluarga mereka.
Barbara Chandler, satu dari tiga pekerja yang mengajukan gugatan pada hari Rabu (3/6/2020) di New York, mengklaim dia terjangkit virus ini pada bulan Maret di pusat distribusi Amazon di Pulau Staten.
“(Karyawan) secara eksplisit atau implisit didorong untuk terus datang ke tempat kerja dan kesulitan untuk mencuci tangan mereka secara memadai atau membersihkan stasiun kerja mereka," ungkap Chandler dalam gugatan tersebut, seperti dikutip Bloomberg.
Dalam satu bulan, sepupu Chandler yang tinggal bersamanya meninggal setelah mengalami gejala Covid-19, kata gugatan itu.
Kesaksian bahwa kondisi kerja di fasilitas tersebut berkontribusi pada kematian pihak ketiga membedakan gugatan tersebut dari keluhan terkait virus Corona lainnya yang diajukan terhadap Amazon dalam beberapa bulan terakhir.
Namun penggugat, yang menuduh Amazon melanggar undang-undang gangguan dan keselamatan kerja publik dengan memberikan informasi yang salah kepada pekerja dan menetapkan kebijakan disiplin yang “menindas dan berbahaya”, tidak menuntut ganti rugi.
Baca Juga
Gugatan itu, yang secara bersama-sama diajukan dengan kelompok-kelompok advokasi termasuk Towards Justice, Public Justice, dan Make the Road New York, sebaliknya menuntut perintah yang mengharuskan perusahaan untuk mematuhi pedoman kesehatan masyarakat.
Amazon mengatakan Rabu bahwa pihaknya sedang meninjau pengaduan tersebut.
"Kami turut prihatin dengan dampak tragis Covid-19 terhadap komunitas di seluruh dunia, termasuk pada beberapa anggota tim Amazon dan keluarga serta teman-teman mereka," kata juru bicara Amazon Lisa Levandowski dalam sebuah pernyataan melalui email.
“Dari awal Maret hingga 1 Mei, kami menawarkan kepada karyawan kami waktu tak terbatas untuk libur, dan sejak 1 Mei kami menawarkan cuti bagi mereka yang paling berisiko tertular atau yang perlu merawat anak-anak atau anggota keluarga mereka,” lanjutnya.
Amazon muncul sebagai layanan yang sangat diperlukan bagi banyak pelanggan yang berbelanja online selama perintah tinggal di tempat.
Perusahaan berusaha keras untuk memenuhi permintaan yang meningkat dengan mempekerjakan 175.000 pekerja sambil secara bersamaan mengumumkan prosedur baru untuk melindungi tenaga kerjanya.
Menurut Amazon, lebih dari 150 proses telah diperbarui untuk melindungi karyawan, dan perusahaan menghabiskan lebih dari US$800 juta pada paruh pertama tahun 2020 untuk langkah-langkah keamanan virus Corona. Pekerja yang didiagnosis dengan virus itu juga ditawari tambahan waktu libur.
Tetapi gugatan tersebut menyatakan bahwa Amazon hanya "berupaya menciptakan fasad kepatuhan" dan melanjutkan praktik-praktik yang tidak aman.
"Pekerja terus bekerja dengan kecepatan yang memusingkan, bahkan jika mereka kesulitan menerapkan pedoman social distancing, mencuci tangan, dan membersihkan ruang kerja mereka," tulis pekerja dalam gugatan itu.
Penggugat juga mengatakan Amazon menghukum karyawan yang mengeluh tentang keselamatan di tempat kerja dan memberi tahu pekerja agar tidak memberi tahu orang lain jika mereka terinfeksi.
Amazon mengatakan kepada karyawannya bahwa pelacakan kontaknya hanya terdiri dari meninjau rekaman kamera pengawasan, tidak dengan mewawancarai pekerja yang terinfeksi untuk mencari tau dengan siapa mereka telah berinteraksi.
"Kegagalan Amazon telah menyebabkan cedera dan kematian bagi pekerja dan anggota keluarga pekerja," kata gugatan itu.
Gudang Staten Island telah menjadi fokus keluhan kesehatan dan keselamatan sejak Maret, ketika karyawan melakukan pemogokan pertama. Amazon memecat pemimpin protes itu karena dianggap melanggar perintah karantina perusahaan.
Tindakan perusahaan tersebut mendorong kecaman dan seruan untuk investigasi oleh pejabat, termasuk Senator Bernie Sanders dan Jaksa Agung New York Letitia James.