Bisnis.com, JAKARTA - Rencana pemerintah menerapkan kebijakan kenormalan baru atau new normal dalam masa pandemi virus Corona atau Covid-19 dikritik Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PKS.
Angota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani menilai pemerintah terlalu terburu-buru menerapkan kebijakan ini. Pasalnya, kasus penularan Covid-19 masih tinggi di Indonesia.
Hingga Rabu (27/5/2020), tercatat jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia 686 orang, sehingga totalnya menjadi 23.851 kasus. Sementara kasus meninggal mencapai 1.473.
Netty menegaskan kebijakan new normal sebagaimana yang disampaikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) jangan ditangkap secara separuh-separuh oleh pemerintah.
WHO, ujar Netty, memberikan penekanan bahwa new normal hanya berlaku bagi negara yang sudah berhasil melawan Covid-19, seperti China, Vietnam, Jerman, Taiwan, dan negara lainnya.
"Sementara kita masih jauh dari kata berhasil, kenapa justru mau segera menerapkan new normal?" tanya Netty dalam siaran persnya, Rabu (27/5/2020).
Netty menyoroti penanganan Covid-19 yang dilakukan pemerintah, baik dari segi pencegahan maupun pengendalian.
"Seperti misalnya kemampuan tes corona kita yang rendah, kita juga belum melewati titik puncak pandemi Covid-19, tapi pemerintah mau melakukan new normal kan ini tidak masuk akal, yang ada justru akan memicu gelombang kedua Covid-19 alias membuat kasus positif virus Corona melonjak," tegasnya.
Istri mantan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan ini menambahkan meskipun pemerintah telah meninjau beberapa lokasi, itu belum cukup.
Dia bertanya apakah pemerintah berani memastikan bahwa berbagai tempat publik seperti sekolah, perkantoran, pelabuhan, bandara, tempat ibadah dan lainnya sudah bisa menerapkan protokol pencegahan Covid-19 secara ketat.
"Kalau tidak ada jaminan, jangan buru-buru menerapkan new normal," kata Netty.
Terkait panduan kerja new normal yang dikeluarkan oleh Kemenkes, Netty menyebut bahwa panduan itu hanya mengurangi risiko terpapar tetapi tidak menjamin tidak adanya penularan, sebab ada orang yang tanpa gejala (OTG) yang bisa menularkan Covid-19.
Dia menilai aturan shift 3 untuk usia di bawah 50 tahun juga tidak tepat, karena berdasarkan data dari Gugus Tugas, pasien positif Covid-19 di bawah usia 50 tahun itu mencapai 47 persen. "Jadi di mana letak amannya?" singgung Netty.
Terakhir Netty mengatakan bahwa Kemenkes juga harus memastikan adanya perubahan dalam semua pelayanan kesehatan dan bukan hanya untuk kasus Covid-19. Hal ini dianggap penting mengingat selain Covid-19 juga masih banyak penyakit-penyakit lainnya yang menghantui seperti TBC dan DBD.
"Di daerah-daerah terpencil juga masih banyak yang kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal, ini harus menjadi catatan pemerintah," tukasnya.