Bisnis.com, JAKARTA - Aksi protes masyarakat Hong Kong terhadap rencana Beijing untuk secara langsung memberlakukan undang-undang keamanan nasional di kota itu masih berlanjut.
Aksi ini, Minggu (24/5/2020), bahkan menjadi demonstrasi terbesar sejak pembatasan pergerakan akibat wabah virus corona atau Covid-19. Polisi Hong Kong pun terpaksa menembakkan gas air mata dan semprotan merica untuk membubarkan ribuan orang.
Kerumunan tampak memadati distrik perbelanjaan yang ramai di Causeway Bay. "Revolusi zaman kita. Bebaskan Hong Kong. Berjuang untuk kebebasan, Dukung Hong Kong," dan "Kemerdekaan Hong Kong, satu-satunya jalan keluar," demikian teriak para pemrotes.
Protes itu adalah yang pertama terjadi sejak Beijing mengusulkan undang-undang keamanan nasional pada Kamis(21/5/2020). Rangkaian aksi unjuk rasa telah menimbulkan tantangan baru bagi Presiden China Xi Jinping ketika pihak berwenang berupaya menjinakkan penentangan publik terhadap pengetatan kontrol China di pusat keuangan global itu.
Demonstrasi tersebut berlangsung di tengah kekhawatiran atas nasib formula "satu negara, dua sistem", yang telah berlaku di Hong Kong sejak bekas koloni Inggris itu dikembalikan kepada pemerintahan China pada1997. Pengaturan tersebut menjamin kebebasan luas di Hong Kong yang tidak akan ditemui di China daratan, termasuk dalam hal pers bebas dan peradilan independen.
Aksi unjuk rasa pada Minggu pada awalnya diselenggarakan untuk menolak RUU lagu kebangsaan yang kontroversial, yang dijadwalkan untuk pembahasan kedua di badan pembuat undang-undang kota pada Rabu. Usulan undang-undang keamanan nasional memicu seruan agar lebih banyak orang turun ke jalan.
Baca Juga
Pemerintah kota pada Minggu berusaha meyakinkan investor publik dan asing atas undang-undang keamanan keras, yang menimbulkan kekhawatiran di pasar keuangan serta mendapat teguran keras dari kalangan pemerintah asing, kelompok pembela hak asasi manusia internasional dan beberapa lobi bisnis.
Polisi melakukan operasi pemeriksaan di Causeway Bay dan memperingatkan orang-orang untuk tidak melanggar larangan pertemuan lebih dari delapan orang, yang diberlakukan untuk mengendalikan penyebaran virus corona.
Para personel kepolisian menembakkan gas air mata dan semprotan merica untuk membubarkan kerumunan di tengah adegan kacau yang membangkitkan ingatan tentang protes antipemerintah, yang terkadang diwarnai aksi kekerasan, yang mengguncang kota itu tahun lalu dan menarik dua juta orang turun ke jalan. Beberapa pengunjuk rasa mencoba memasang penghalang jalan.
"Saya khawatir bahwa setelah penerapan undang-undang keamanan nasional, mereka akan mengejar orang-orang yang didakwa sebelumnya dan polisi akan semakin tak terkendali," kata Twinnie, 16, seorang siswa sekolah menengah yang menolak memberikan nama belakangnya.
"Saya takut ditangkap tetapi saya masih harus keluar dan memprotes demi masa depan Hong Kong."
China telah mengabaikan keluhan negara-negara lain tentang usulan undang-undang itu dan menyebutnya sebagai tindakan 'campur tangan'.
China mengatakan undang-undang yang diusulkan itu diperlukan dan tidak akan membahayakan otonomi Hong Kong ataupun investor asing.
"Klaim radikal dan kekerasan ilegal ini sangat mengkhawatirkan," kata Kepala Sekretaris Matthew Cheung dalam sebuah posting blog. Ia merujuk pada serangan balik terhadap undang-undang yang diusulkan serta protes antipemerintah yang berkembang di kota itu selama berbulan-bulan sejak Juni tahun lalu.