Bisnis.com, JAKARTA - Dampak pandemi Covid-19 juga menyasar dunia penerbitan buku di Indonesia. Ancaman gulung tikar pun menghantui apabila pemerintah tetap abai. Bukan hanya persoalan gulung tikar, jika tak kian dilirik, nasib literasi di Indonesia yang masih sangat rendah turut terancam.
Penerbit sekelas Mizan yang telah berkiprah selama 35 tahun dan memiliki 600-an karyawan saja mengaku penjualannya merosot di kisaran hanya 20 persen sejak adanya pandemi ini. Itupun dari penjualan buku online.Namun Haidar Bagir tidak resah terhadap bisnisnya itu. Keresahannya justru mengarah pada kondisi literasi bangsa.
Pendiri dan CEO Perusahaan Mizan Group itu menyebut jika dunia penerbitan mati, buku tak lagi dicetak, tidak bisa dibayangkan bagaimana nasib generasi penerus bangsa ke depan.
"Begitu (industri) ini mati, pukulannya terhadap budaya literasi bangsa sangat besar jika tidak ada langkah serius," tegasnya beberapa waktu lalu.
Saat ini menurutnya sudah banyak penerbit-penerbit kecil/indie yang gulung tikar karena insentif dan langkah dari pemerintah tak kunjung datang. Bahkan tak sedikit yang mengalihkan core bisnisnya demi bertahan hidup di tengah ketidakpastian ini.
Oleh karena itu, Haidar berharap agar mata pemerintah terbuka melihat persoalan ini, tidak harus menunggu pandemi selesai. Insentif perlu diberikan tapi bukan sekedar memastikan perusahaan tidak gulung tikar namun juga tetap menghasilkan buku yang bagus dan berkualitas untuk diakses seluruh warga negara.
Nyatanya di banyak negara, justru pemerintahnya concern terhadap hal ini dan melakukan langkah-langkah agar ekosistem literasi tetap hidup. "Kalau pemerintah mau bantu, bantu yang kecil dulu. Pemiliknya punya passion di dunia perbukuan, kalau orang ini keluar dari dunia perbukuan, pemerintah mau ngomong apa?" singgungnya.
Efek pandemi pun paralel, tak sedikit penulis yang terpaksa mencari pekerjaan lain hanya agar perut mereka terisi karena buku-bukunya tidak lagi laku.
"Betapa ruginya negeri ini kehilangan orang baik yang bisa membantu literasi bangsa. Kehilangan orang idealis pasien di buku yang merasa nggak dapat apa-apa bahkan urusan makan," sebut Haidar.