Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Polemik Perppu 1/2020, Menkumham: Tidak Ada Pejabat yang Kebal Hukum

Pasal 27 pada Perppu No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 menjadi polemik karena dianggap memberikan imunitas atau kekebalan hukum kepada penyelenggara Perppu.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly menjadi keynote speaker saat menghadiri acara peluncuran hasil studi pemeringkatan penghormatan HAM di 100 perusahaan publik, Jakarta, Selasa (16/7/2019). Bisnis/Triawanda Tirta Aditya
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly menjadi keynote speaker saat menghadiri acara peluncuran hasil studi pemeringkatan penghormatan HAM di 100 perusahaan publik, Jakarta, Selasa (16/7/2019). Bisnis/Triawanda Tirta Aditya

Bisnis.com, JAKARTA – Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tidak otomatis memberikan kekebalan hukum terhadap tindakan korupsi pejabat pemerintah pelaksana ketentuan. Ketentuan ini juga dinilai tidak melangkahi kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Hal ini diungkapkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada Selasa (12/5/2020) di Jakarta.

Sebelumnya, Pasal 27 pada Perppu No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 menjadi polemik karena dianggap memberikan imunitas atau kekebalan hukum kepada penyelenggara Perppu.

Pasal tersebut menyatakan, biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan kebijakan negara terkait dengan Covid-19 tidak termasuk kerugian negara. Selain itu, pejabat yang terkait dengan pelaksanaan Perppu juga tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana jika melaksanakan tugas dengan berdasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Menurut Yasonna, tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan Perppu ini akan tetap ditindak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dia mengatakan, pihak-pihak pelaksana Perppu tidak memilik kekebalan hukum tertentu.

Apabila ada bukti terkait dengan keputusan yang dibuat sengaja menguntungkan diri atau kelompoknya, maka dia akan tetap diproses di pengadilan dan ditindak secara hukum.

“Pasal 27 pada Perppu tersebut tidak berarti menghapus delik korupsi. Pasal 27 hanya memberi jaminan agar pelaksana Perppu tidak khawatir dalam mengambil keputusan karena kondisi saat ini memerlukan keputusan yang cepat," kata Yasonna.

Dia juga mengingatkan bahwa Presiden telah menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional. Karena itu, korupsi terhadap dana anggaran Covid-19 dapat ditindak sesuai dengan Pasal 2 UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menetapkan bahwa korupsi di kala bencana bisa dijatuhi hukuman mati.

Yasonna melanjutkan, klausul tidak dapat dituntut dalam Perppu No. 1 Tahun 2020 bukan hal baru dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Klausul ini juga pernah diatur dalam UU Pengampunan Pajak, UU Bank Indonesia, UU Ombudsman, UU Advokat, dan UU MD3.

“Bahkan, beberapa pasal di KUHP juga mengatur tentang sejumlah perbuatan yang tidak dipidana," katanya.

Di sisi lain, Yasonna juga membantah anggapan bahwa Perppu mengabaikan hak anggaran yang dimiliki oleh lembaga Dewan Perwakilan Rakyat. Dia mengatakan, Perppu ini tetap harus melalui persetujuan DPR sebelum ditetapkan menjadi Undang-undang.

"Saya justru mengapresiasi DPR yang sepaham dengan pemerintah untuk melihat pandemi virus corona sebagai bencana dan setuju bahwa ada kebijakan membantu rakyat yang mesti ditempuh pemerintah. Semangatnya sama, yakni untuk menjawab kebutuhan masyarakat secara cepat," katanya.

Selain itu, Yasonna juga menyebut bahwa Perppu No. 1 Tahun 2020 diterbitkan dengan pertimbangan kondisi yang genting dan memaksa. Pemerintah perlu mengambil tindakan penting dan membutuhkan dana besar yang mencapai Rp405,1 triliun sebagaimana disampaikan Presiden. Oleh karena itu, Perppu No. 1/2020 merupakan payung hukum bagi penyediaan anggaran yang sebelumnya tidak ada di APBN tahun ini.

"Anggapan anggaran ini tidak ada dasar hukumnya kurang tepat, karena Perppu Nomor 1/2020 hadir untuk alasan ini. Peraturan ini juga dibuat untuk memastikan pengambil keputusan tidak khawatir dan tetap dipagari agar tidak bisa korupsi. Semua ini dilakukan dengan pertimbangan kepentingan rakyat, bahwa keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi," pungkasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyebut bahwa pemerintah memutuskan total tambahan belanja dan pembiayaan APBD untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp405,1 triliun. Total anggaran tersebut dialokasikan sebesar Rp110 triliun untuk jaring pengaman sosial, Rp75 trilun untuk belanja bidang kesehatan, Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat, serta Rp150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper