Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Komisaris Independen PT Pool Advista Asset Management Ronald Abednego Sebayang dan eks Kepala BEI Erry Firmansyah terkait kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono menjelaskan bahwa keduanya diperiksa sebagai saksi dan dimintai keterangannya dalam kasus korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp16,9 triliun.
Dia juga menjelaskan ada lima saksi lainnya yang turut serta diperiksa yaitu mantan Kepala Subag Pemeriksaan Transaksi dan Lembaga Efek BEI tahun 2015-2016 Bayu Samodro dan Siti Hidayatul Badi.
Kemudian, Direktur PT Pinnacle Persada Investama Andri Yauhari Njauw, Meitawati Edianingsih selaku Vice President Equity Institutional Sales Trimegah Sekuritas dan Albert Latief dari PT Bank CIMB Niaga cabang Jakarta.
"Ketujuh orang saksi ini diperiksa dan dimintai keterangannya untuk mendalami kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya," tuturnya, Selasa (5/5).
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengeluarkan hasil resmi perhitungan kerugian negara atas kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya yang ditangani Kejaksaan Agung.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan berdasarkan hasil audit perhitungan kerugian negara yang dihitung BPK, negara mengalami kerugian Rp16,9 triliun dalam perkara tindak pidana korupsi PT Asuransi Jiwasraya. Namun, menurut Agung, hasil perhitungan itu masih bersifat sementara, karena BPK masih melakukan audit terhadap jutaan transaksi mencurigakan terkait dengan perkara korupsi tersebut.
"Jadi, total kerugian negara Rp16,9 triliun dan ini bukan hasil audit akhir. Audit ini masih berjalan. Ini kasus skala besar, kami masih lakukan perhitungan lagi," tuturnya pada Maret lalu.
Sementara, untuk seluruh aset milik para tersangka korupsi PT Asuransi Jiwasraya yang disita, BPK telah menghitung total nilainya mencapai Rp13,1 triliun. Aset tersebut berupa tanah, kendaraan, saham, hingga perhiasan. "Untuk aset para tersangka sendiri totalnya itu mencapai Rp13,1 triliun," ujarnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa negara berpotensi mengalami kerugian Rp13,7 triliun akibat PT Asuransi Jiwasraya berinvestasi pada 13 perusahaan bermasalah.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menilai bahwa PT Asuransi Jiwasraya diduga melanggar prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi melalui investasi pada aset dengan risiko tinggi untuk mengejar high return.
Burhanuddin menjelaskan PT Asuransi Jiwasraya telah menempatkan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp5,7 triliun dari Aset Finansial. Menurutnya, dari jumlah tersebut, 5 persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik (LQ 45), dan 95 persen dana sisanya ditempatkan di saham berkinerja buruk.
Kemudian, Burhanuddin mengatakan PT Asuransi Jiwasraya itu juga menempatkan reksa dana 59,1 persen dengan nilai mencapai Rp14,9 triliun dari Aset Finansial. Menurutnya, dari jumlah tersebut, hanya 2 persen yang dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja baik dan 98 persen sisanya dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk.
"Sampai dengan Agustus 2019, PT Asuransi Jiwasraya telah menanggung potensi kerugian keuangan negara Rp13,7 triliun," tuturnya pada pertengahan Desember 2019.
Belakangan, potensi kerugian negara bertambah menjadi Rp16,9 triliun. Kini, sudah enam tersangka dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya yaitu Direktur Utama PT Hanson International Benny Tjokrosaputro ditahan di Rutan KPK, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera (Tram) Heru Hidayat ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
Kemudian, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Hary Prasetyo di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim ditahan di Pomdam Jaya Guntur dan eks Kepala Divisi Investasi dan Keuangan pada PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan ditahan di Rutan Cipinang.
Terakhir adalah Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto yang ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.