Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia kembali menekankan pentingnya kesetaraan akses atas vaksin Covid-19 bagi seluruh masyarakat di dunia. Saat ini vaksin tersebut tengah dalam masa pengujian.
Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam Multilateral Coordination Group on Covid-19 (MCGC), Selasa (28/4) malam, terkait dengan kerja sama multilateralisme.
Retno, dalam konferensi pers virtual Rabu (29/4/2020), mengungkapkan bahwa sasaran utama diplomasi Indonesia adalah mendorong kerja sama internasional untuk mewujudkan vaksin dan obat-obatan yang terjangkau.
MCGC diikuti 11 menteri luar negeri dari Kanada, Jerman, Prancis, Inggris, Australia, Indonesia, Singapura, Afrika Selatan, Brazil, Turki, dan Peru.
Retno mengatakan telah mengikuti pertemuan ini sebanyak 3 kali berturut-turut. Pertemuan MCGC Selasa malam membahas masalah multilateralisme.
“Saya menekankan kembali, multilateralisme tidak boleh dibuktikan hanya dalam pernyataan tapi juga perlu tindak lanjut kerja sama konkret. Multilateralisme hanya akan mendapat kepercayaan dunia jika dapat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat seluruh dunia,” kata Retno, Rabu.
Dalam pertemuan tersebut, Retno menyampaikan tiga hal berikut:
- Komitmen untuk menjamin lancarnya arus barang selama pandemi. Dalam hal ini, Indonesia akan menyampaikan diskusi nonpaper terkait kerja sama konkret yang dapat dilakukan. Dubes RI di Ottawa, Kanada, akan menjadi ujung tombak diskusi tersebut.
- Akses vaksin yang merata dan terjangkau, terutama bagi negara berkembang dan negara terbelakang. Isu ini juga diangkat oleh negara lain seperti Afrika Selatan, Singapura dan Peru.
- Perlindungan dan pemberdayaan wanita selama pandemi yang juga diangkat oleh Menlu Australia.
Tak hanya dalam kerangka MCGC, keterlibatan Indonesia dalam komitmen ini salah satunya diwujudkan dalam proyek WHO yang disebut Initiative Access to Covid-19 Tools Accelerator untuk mempercepat pengembangan dan produksi vaksin.
Data WHO menunjukkan lebih dari 120 vaksin telah dikembangkan di seluruh dunia, enam di antaranya sedang proses uji klinis.
Retno menilai rezim paten internasional sering tidak kompatibel dengan keperluan umat manusia di seluruh dunia terutama yang berasal dari negara berkembang dan negara terbelakang atau least development countries (LDC).
Hal ini dikhawatirkan akan menghambat akses vaksin yang saat ini tengah dinanti-nantikan oleh seluruh umat manusia.