Bisnis.com, JAKARTA - Tantangan menjadi Duta Besar (Dubes) RI perempuan di luar negeri semakin sulit di masa pandemi Covid-19. Masih dalam suasana ulang tahun Ibu Kartini, sejumlah dubes perempuan berbagi ceritanya.
Salah satunya Duta Besar RI di Argentina, Paraguay, Uruguay Niniek Kun Naryatie. Dia mengatakan meski tidak banyak WNI yang tinggal di sana, bukan berarti masalah perlindungan WNI di negaranya menjadi mudah.
Belum lama ini, dia sempat dikagetkan dengan adanya 18 WNI yang tertahan saat berlibur di Taman El Calafate yang letaknya cukup jauh dari Ibukota Buenos Aires. Pada saat itu, Buenos Aires sudah menetapkan status darurat dan restriksi penerbangan domestik.
Jumlah WNI yang tidak sedikit, membuat Kedubes RI kewalahan. Namun, dengan memanfaatkan jejaring yang dibagun Niniek selama 2 tahun, 18 WNI akhirnya berhasil dievakuasi ke Buenos Aires.
“Alhamdulillah saya memiliki cukup banyak teman-teman dari jejaring saya baik dari pejabat setempat ataupun korps diplomatik maupun tokoh masyarakat. Melalui jejaring inilah saling berbagai informasi bagaimana meng-handle situasi tidak normal ini,” katanya dalam acara Kartini Masa Kini dalam Krisis Covid-19, Selasa (22/4/2020) malam.
Ke-18 WNI diinapkan di aula KBRI di Argentina, walaupun seadanya yang disiapkan oleh Covid-19.
Tak hanya itu, sebentar lagi pada Mei akan ada banyak anak buah kapal nelayan e depannya di bulan mei ini akan banyak WNI ABK akan merapat di dua pelabuhan besar di Montevideo, Uruguay dan Mar del Plata, Argentina.
Sekitar 500 ABK akan merapat usai mencari ikan dan cumi-cumi di Samudra Pasifik dan Samudra Atlantik.
“Mereka sebagian besar akan kembali pulang dan sebagian besar akan tetap di darat untuk melanjutkan tugasnya melaut. Ini menjadi tantangan bagi KBRI untuk mengantisipasi [Covid-19]. Mereka di laut tidak tahu apa-apa tentang pandemi,” ujarnya.
Tantangan juga dialami oleh Duta Besar RI di Ekuador Diennaryati Tjokrosuprihatono. Dia mengatakan tidak banyak WNI yang tinggal di Ekuador. Kalaupun ada, mereka tinggal di remote area yang sangat jauh dari pusat kota. Untuk itu, menjadi sulit baginya untuk meneruskan agenda promosi Indonesia ke warga Ekuador.
Apalagi, dengan adanya kebijakan work from home di negara tersebut, membuat sejumlah agenda promosi kebudayaan Indonesia terpaksa harus ditunda.
“Siapa yang mau datang ke Ekuador. Pertama diragukan, tapi karena beberapa kegiatan besar bisa kami lakukan dan sempat diminta menjadi negara tamu dalam ajang seluruh Amerika Selatan, kami bisa,” ujarnya
Hal ini membuat stafnya yang kebanyakan perempuan, termotivasi untuk menyumbangkan ide dan kreativitasnya untuk membuat program dan promosi bagi hubungan bilateral kedua negara.
“Kreativitas datang dari staf, bukan dari saya lagi."
Memasuki akhir masa jabatannya tahun ini, banyak ide yang muncul dari staf, memperkuat perdagangan sudah dijalankan, ada pandemi Covid-19 sehingga harus berhenti, padahal ini ultah ke-40 bilateral antara Indonesia dan Ekuador, katanya.
“Kami [Kedubes dan WNI] punya grup whatsapp. Di situ kami banyak berdiskusi, banyak menyampaikan saran, kegiatan. Misalnya yoga melalui Zoom, bermain musik, maka hiduplah hubungan kami dengan warga,” tambahnya.