Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bertubi-tubi Ujian untuk China, Manufakturnya Hadapi Penurunan Permintaan Global

Secara keseluruhan pada kuartal pertama 2020, ekspor China turun 13,3 persen, dengan impor turun 2,9 persen.
Foto udara kapal yang mengangkut kontainer di Pelabhuan Yangshan Deepwater, Shanghai, China, Senin (23/3/2020). Bloomberg/Qilai Shenn
Foto udara kapal yang mengangkut kontainer di Pelabhuan Yangshan Deepwater, Shanghai, China, Senin (23/3/2020). Bloomberg/Qilai Shenn

Bisnis.com, JAKARTA - Meski mulai beroperasi dengan kapasitas normal, pabrik-pabrik di China kini menghadapi penurunan permintaan luar negeri akibat dampak penyebaran virus Corona di Amerika Serikat dan Eropa.

Hal itu tercermin dalam data neraca perdagangan yang dirilis otoritas bea cukai setempat hari ini. Dilansir South China Morning Post, ekspor dalam dolar AS turun 6,6 persen pada Maret 2020 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Angka ini mengikuti kontraksi gabungan Januari dan Februari sebesar 17,2 persen. Impor turun 0,9 persen dari tahun sebelumnya, setelah turun 4 persen pada Januari dan Februari 2020.

Dikutip dari Bloomberg, ekspor dalam yuan turun 3,5 persen secara year-on-year dan impor naik 2,4 persen.

"Dengan Covid-19 yang menyebar di seluruh dunia, ekonomi global menghadapi tekanan yang meningkat. Ketidakpastian sedang meningkat. Perdagangan luar negeri China menghadapi kesulitan besar," kata Juru Bicara Bea Cukai China Li Kuiwen, Selasa (14/4/2020).

Secara keseluruhan pada kuartal pertama 2020, ekspor China turun 13,3 persen, dengan impor turun 2,9 persen.

Pekan lalu, Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa impor dan ekspor telah membaik pada Maret setelah wabah virus corona menyebabkan keruntuhan dramatis selama dua bulan pertama 2020. Namun pemerintah mengakui bahwa prospek ekspor China tetap suram mengingat kerusakan ekonomi yang disebabkan penyebaran virus secara global.

Pada skenario terburuk, WTO memperkirakan perdagangan global turun hingga 32 persen pada 2020.

Dengan berakhirnya penutupan pabrik di sebagian besar China pada Februari, eksportir China telah kembali pada setidaknya 70 persen dari kapasitas produksi pada 30 Maret 2020.

Menurut Biro Statistik Nasional, indeks harga produsen China, yang mencerminkan harga yang dibebankan pabrik kepada pedagang grosir, turun 1,5 persen secara year-on-year.

Pekan lalu, kabinet China meluncurkan serangkaian kebijakan untuk mendukung perdagangan, termasuk menyiapkan 46 zona pilot terpadu baru untuk perdagangan elektronik lintas batas. Selain itu pemerintah menyatakan akan menggelar sesi online Canton Fair, perdagangan ekspor tertua dan terbesar di negara itu pada akhir Juni.

China tetap akan menyelenggarakan China International Import Expo ke-3 yang dijadwalkan berlangsung pada November 2020 di Shanghai, dengan lebih dari 1.000 perusahaan telah terdaftar untuk menghadiri acara tersebut.

Pada Senin, 13 April 2020, Korea Selatan mengkonfirmasi ekspor untuk 10 hari pertama April turun 18,6 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya, pembalikan tajam dari kenaikan 20,8 persen pada Maret.

Menurut data Layanan Kepabeanan Korea, Impor ke ekonomi terbesar keempat di Asia itu juga turun 13,0 persen, dibandingkan dengan kenaikan 14,5 persen pada bulan sebelumnya. Pengiriman ke China, mitra dagang terbesar Korea Selatan, turun 10,2 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper