Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Polemik RUU Kontroversial, DPR Belajarlah dari Negara Lain di Tengah Pandemi COVID-19

Rencana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan percepatan pembahasan sejumlah Rancangan Undang-undang (RUU) mendapat tentangan dari berbagai pihak.
Sejumlah anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna 10 Masa Persidangan II Tahun 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/2/2020)./ANTARA FOTO-Puspa Perwitasarin
Sejumlah anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna 10 Masa Persidangan II Tahun 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/2/2020)./ANTARA FOTO-Puspa Perwitasarin

Bisnis.com, JAKARTA - Rencana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan percepatan pembahasan sejumlah Rancangan Undang-undang (RUU) mendapat tentangan dari berbagai pihak.

Para angota dewan disebut mencari kesempatan di tengah kesempitan, dengan kondisi pandemi virus corona (COVID-19) yang penyebarannya semakin meluas di Tanah Air.

Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Charles Simabura mengatakan saat ini DPR seharusnya lebih fokus menjalankan fungsi anggaran dan fungsi pengawasannya.

Menurutnya, rencana DPR yang mempercepat pembahasan RUU tidak tepat. Pasalnya, di tengah krisis kesehatan Indonesia, DPR cenderung fokus menjalankan fungsi legislasi. Padahal, dia menilai seharusnya anggota dewan lebih memusatkan upayanya pada fungsi pengawasan dan anggaran.

“Apalagi, anggaran tambahan senilai lebih dari Rp400 triliun itu jumlah yang tidak sedikit. Potensi penyalahgunaan itu cukup besar," katanya dalam konferensi video pada Kamis (9/4/2020).

Indonesia dapat belajar dari sejumlah negara tetangga di Asia, seperti Singapura. Pada 7 April 2020 lalu, Parlemen di Negeri Singa meloloskan peraturan COVID-19 (Temporary Measures) Act 2020. Pada peraturan itu, pemerintah akan memberikan bantuan sementara untuk ketidakmampuan pemenuhan kewajiban kontraktual bagi individu maupun entitas bisnis akibat virus ini.

Peraturan tersebut juga melarang warga Singapura berkumpul di tempat umum maupun ruang privat dalam skala apapun untuk memutus rantai penyebaran virus corona. Kebijakan ini berlaku hingga 4 Mei 2020 dan akan dikaji ulang setelah periode tersebut berakhir.

Selain itu, Singapura juga telah merancang Parliamentary Elections (COVID-19 Special Arrangements) Act 2020. Sama dengan Indonesia yang akan mengadakan Pilkada pada 2020, lembaga legislatif di Singapura akan memberikan aturan khusus bagi pelaksanaan pemilu.

Contohnya, pemilih yang terjangkit virus corona tetap dapat menggunakan hak pilihnya di luar daerah pemilihannya. Hal tersebut diatur agar pemilihan berjalan tertib dan masyarakat tidak berkumpul dengan pemilih lainnya.

Tidak jauh berbeda, DPR di Taiwan telah meloloskan dua undang-undang terkait dengan penanggulangan virus corona. Pertama, Special Act on COVID-19 Prevention, Relief, and Restoration yang telah disahkan pada 25 Februari 2020. Peraturan tersebut memberikan dasar hukum bagi pendanaan khusus penanganan virus corona sebesar US$1,97 miliar.

Dana tersebut nantinya akan digunakan untuk pendanaan rumah sakit dalam proses screening dan karantina pasien serta kompensasi bagi profesi medis dan penelitian untuk pengobatan. Peraturan tersebut juga akan memberikan pinjaman dan jaminan kredit untuk bisnis menengah ke bawah, dan juga stimulus serta kompensasi ekonomi untuk industri yang terdampak virus ini seperti penerbangan dan pariwisata.

Kedua, The Regulations Governing the Compensation for Periods of Isolation and Quarantine for Severe Pneumonia with Novel Pathogens yang "digolkan" pada 10 Maret 2020. Undang-Undang ini mengatur pembayaran kompensasi kepada warga yang dikarantina di rumah akibat virus corona. Kompensasi tersebut bersifat retroaktif hingga 15 Januari 2020.

Negara lain dengan lembaga legislatif yang cepat tanggap dalam penyelesaian masalah virus ini adalah Korea Selatan. Pada 7 Maret 2020 lalu, Korea Selatan mengeluarkan resolusi yang berisi imbauan kepada kelompok-kelompok agama untuk menahan diri dari mengadakan pertemuan dalam upaya untuk mencegah penyebaran COVID-19 dan untuk mengakhiri penyebaran wabah sesegera mungkin.

Selanjutnya, pada 17 Maret 2020, Parlemen Negeri Ginseng meloloskan Resolution for the Containment and End of the COVID-19 Outbreak. Peraturan ini berisi sejumlah ketentuan untuk sejumlah sektor seperti pencegahan kampanye face to face untuk pemilu, mendorong kampanye secara online; peningkatan kontrol keamanan di tempat kerja tertutup, mengganti pertemuan langsung dengan pertemuan online, dan mendorong sektor privat untuk mematuhi rekomendasi pemerintah agar pegawai bekerja dari rumah atau menggunakan sistem shift.

Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) Oce Madril mengharapkan, DPR Indonesia dapat bahu-membahu dengan pemerintah dan pihak terkait lainnya untuk merancang kebijakan-kebijakan yang dapat membantu kehidupan masyarakat Indonesia di tengah kondisi krisis kesehatan.

"DPR memiliki peran yang besar dan dapat menjadi contoh bagi rakyat mulai dari hal kecil seperti taat pada aturan work from home, hingga merancang undang-undang untuk membantu meringankan beban masyarakat," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper