Bisnis.com, JAKARTA – Pembahasan Rencana Undang-undang (RUU) kontroversial yang akan dilakukan DPR di tengah penyebaran virus Corona (Covid-19) dinilai sebagai langkah oportunis yang berpotensi memunculkan peraturan yang represif dan merugikan masyarakat.
Koordinator Bidang Konstitusi dan Ketatanegaraan Kode Inisiatif, Violla Reininda mengatakan, rencana pembahasan sejumlah RUU yang akan dilakukan DPR di tengah penyebaran pandemi virus Corona dinilai kontraproduktif.
Menurutnya, RUU yang akan dibahas seperti Omnibus Law Cipta Kerja, RUU Minerba, RUU Pemasyarakatan, dan RUU KUHP tidak sesuai dengan kondisi negara saat ini yang sedang berjuang menghadapi masalah penyebaran Covid-19.
“Apalagi, RUU yang akan dibahas dan ditargetkan cepat rampung itu tergolong kontroversial dan tidak mendapat dukungan dari masyarakat,” katanya dalam konferensi video pada Kamis (9/4/2020).
Violla melanjutkan, wabah corona seolah dimanfaatkan untuk menggolkan RUU ini. Hal ini berpotensi memunculkan penyelundupan hukum dan menghasilkan aturan yang melenceng dari konstitusi, sehingga dapat merugikan publik luas.
Ia mencontohkan isi dari RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law. Berdasarkan catatan Kode Inisiatif, RUU Cipta Kerja menyimpang dari 27 putusan Mahkamah Konstitusi dan melangkahi sejumlah norma dalam UUD 1945.
Baca Juga
Pada RUU Pemasyarakatan, terdapat aturan yang meringankan pembebasan bersayarat bagi narapidana korupsi dan terorisme yang merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
Sedangkan RUU Minerba berpotensi tumpang tindih dengan RUU Cipta Kerja. Pasalnya, RUU Minerba memperpanjang hak penguasaan lahan yang berpotensi menimbulkan persoalan penguasaan lahan oleh segelintir orang dan menghilangkan proses renegosiasi kontrak. Sebab kontrak karya dan perjanjian pengusahaan pertambangan batu bara dapat diperpanjang secara otomatis.
Violla mempertanyakan prioritas DPR dan pemerintah. Kedua pihak seharusnya fokus menjalankan dan memperbaiki kebijakan serta penanganan wabah virus Corona yang belum optimal di mata masyarakat.
“Materi dalam RUU tersebut juga berpotensi disusupi pasal-pasal titipan yang menguntungkan pihak-pihak tertentu yang tidak berorientasi pada kepentingan publik,” lanjutnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Peneliti PUSaKO Universitas Andalas, Charles Simabura. Ia menilai DPR memanfaatkan kesempatan saat masyarakat dan koalisi masyarakat sipil tidak dapat berkumpul dan menyuarakan aspirasinya terkait peraturan-peraturan tersebut.
Apabila DPR dan pemerintah sukses mengesahkan RUU tersebut, ia mengkhawatirkan peraturan yang diterbitkan akan bersifat represif karena tidak memberikan kesempatan kepada sejumlah pihak seperti masyarakat, LSM, dan pihak lain untuk mengawasi dan mengkritisi poin-poin dalam RUU.
“Sebaiknya dari pemerintahan memiliki pendirian yang tegas untuk memprioritaskan penanggulangan virus Corona diatas RUU lain. Sikap ini juga harus diikuti oleh para anggota dewan,” tuturnya.